Menjadi Pejalan Bijak Untuk Menjaga Lingkungan, Budaya, dan Ekonomi

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 16 Maret 2020 | 13:48 WIB
Seminar #SayaPejalanBijak National Geographic Indonesia di Indofest yang diisikan oleh Diky Wahyudi Lubis (kiri) (Indofest 2020)

 

Nationalgeographic.co.id - Setiap destinasi yang akan dikunjungi pasti memiliki budaya dan pemandangan alam yang khas. Hal ini lah yang menjadi konsentrasi utama gerakan #SayaPejalanBijak. Diky Wahyudi Lubis, community specialist National Geographic Indonesia, menyampaikan bahwa gerakan #SayaPejalanBijak diharapkan dapat menginspirasi para pejalan agar memahami etika serta cerdas dalam berplesir. 

“Yang pertama kita harus cerdas dulu, ketika berkunjung ke suatu tempat harusnya sudah riset. Kadang-kadang ada daerah itu ada yang boleh dan tidak. Kita harus melakukan riset mengenai budaya tersebut, lokasi yang kita tuju itu apa, dan apa yang boleh kita lakukan, dan makanan lokal apa yang bisa kita dukung” ungkap Diky saat ditemui di pameran Indofest 2020 di Jakarta Convention Center, Sabtu (14/3).

“Menjadi pejalan yang cerdas, tidak harus soal how to get there, tapi juga ketika sampai sana tahu apa yang bisa dilakukan,” tambahnya.

Baca Juga: Pulau Sangiang, Destinasi yang Wajib Dikunjungi di Selat Sunda

Ada banyak kasus di mana para pejalan tidak memahami etika budaya suatu tempat. Diky mencontohkan, dalam upacara pemakaman Ngaben, pentingnya para pejalan untuk memahami upacara adat tersebut sebagai peristiwa kematian seseorang.

Para pejalan yang bijak, tidak boleh sembarang memotret upacara ini dan menjaga perasaan keluarga yang sedang berduka.

Solo Traveller. (vikialis/Getty Images/iStockphoto)

Pada isu lingkungan, Diky menyebutkan #SayaPejalanBijak yang dikampanyekan pula melalui sosial media, memiliki hubungan erat dengan kampanye #SayaPilihBumi. Pejalan yang bijak tentunya harus memiliki sikap keberpihakan pada Bumi.

“Pejalan perlu membawa sebuah misi lingkungan, dengan tidak membuang sampah sembarangan. Atau bisa juga traveling sambil membersihkan lingkungan setempat,” jelasnya.

Menjadi pejalan bijak harus memahami kondisi alam, tidak hanya mementingkan konten di sosial media. Pejalan juga memiliki tanggung jawab dampak untuk menjaga lingkungan tempatnya berplesir.

Menurut Diky, para pejalan saat ini sudah mulai memahami lingkungan dengan membawa botol sendiri dan membawa tas sendiri untuk belanja. Namun, selain itu, pejalan bijak uga harus membantu perekonomian setempat yang bisa dikembangkan.

Mencoba makanan tradisional yang menjadi kekhasan suatu daerah adalah salah satu cara membantu perekonomian daerah. Bahkan sebagai pejalan bijak harus bisa menginspirasi banyak orang untuk bercerita suatu kekhasan daerah melalui sisi kulinernya.

Balut, kuliner khas Filipina berupa embrio bebek yang telah dibuahi dan bentuknya hampir sempurna, d (Lutfi Fauziah)

“Eksplor makanan boleh, tapi mencoba khas kuliner daerah itulah yang terpenting, daripada ke restoran. Kalau kamu datang ke Jogja tapi makan ke restoran jadi percuma. Bisa jadi kalau kita datang kita bisa meningkatkan ekonomi,” kata Diky.

Namun, untuk menyadari masyarakat khususnya pejalan, kampanye #SayaPejalanBijak tak bisa berdiri sendiri. Diky mengaku, bahwa untuk kampanye ini membutuhkan tangan bantuan dari seluruh elemen, seperti industri, pemerintah, dan komunitas.

Baca Juga: Geliat Rumah Jamu Marie Parakan Menjaga Warisan Jamu Nusantara

Melalui industri, seperti Indofest 2020 yang menyediakan seminar menjadi sarana kampanye ini misalnya, dilakukan untuk mengedukasi para pejalan untuk bijak dalam berpelesiran.

Melalui sektor pemerintahan, pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur untuk pengaplikasiannya seperti penyediaan water refill pada suatu kawasan agar membantu pejalan membeli air tanpa harus membeli botol plastik.

Komunitas pegiat traveling juga penting untuk membantu mengedukasi dan melancarkan kampanye #SayaPejalanBijak melalui anggota dan komunitasnya.