Nationalgeographic.co.id - Ketika pagebluk COVID-19 muncul dan meningkat di seluruh dunia, ada beberapa amatan yang mengatakan bahwa anak-anak aman dari penularan virus ini. Namun, studi menunjukan bahwa tidak semua anak selamat. Sebagian kecil dari mereka menderita penyakit serius dari COVID-19.
Data dari Imperial College COVID-19 Response Team pada 16 Maret 2020 misalnya, mengemukakan bahwa pada anak pada umur 0-9 tahun terdapat 0.1% kasus simptomatik yang membutuhkan rawat inap, 5.0% kasus dirawat di rumah sakit yang membutuhkan perawatan kritis, dan 0.002% rasio fatalitas infeksi.
Sedangkan anak pada usia 10-19 tahun terdapat 0.3% simptomatik yang membutuhkan rawat inap, 5.0% kasus dirawat di rumah sakit yang membutuhkan perawatan kritis, dan 0.006% rasio fatalitas infeksinya.
Baca Juga: Bagaimana Pagebluk COVID-19 Dibandingkan dengan Flu Babi 2009?
Penelitian dengan judul Impact of non-pharmaceutical interventions (NPIs) to reduce COVID19 mortality and healthcare demand itu berada dalam wilayah Britania Raya dan Amerika Serikat. Angka tersebut diestimasikan akan bertambah lebih banyak.
Studi lain pada tanggal publikasi yang sama dari jurnal Pediatrics juga mengungkapkan tingkat keparahan COVID-19 pada anak-anak. Para peneliti menganalisis informasi lebih dari 2000 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi dan diduga pada anak-anak yang dilaporkan ke Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Cina antara 16 Januari dan 8 Februari 2020.
Hasil studi menyampaikan bahwa sebagian besar kasus COVID-19 ringan atau sedang hingga mencapai 90%. Di antara kasus-kasus inilah, anak-anak mengalami gejala-gejala seperti demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek, bersin, dan kadang pneumonia.
Bahkan sekitar 6% anak-anak menderita penyakit parah atau kritis, dengan gejala seperti sesak nafas dan hipoksia. Atau kadar oksigen yang rendah dalam jaringan tubuh.
Pada suatu kasus yang jarang terjadi, anak-anak mengembangkan sindrom gangguan pernapasan yang akut. Yakni sebuah kondisi yang mencegah oksigen masuk ke paru-paru dan aliran darah. Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun dengan COVID-19 dikonfirmasi meninggal dunia karena penyakit tersebut menurut The New York Times.
"Apa yang penelitian katakan kepada kita adalah bahwa rumah sakit harus mempersiapkan beberapa pasien pediatri karena kita tidak bisa mengesampingkan anak-anak sama sekali," ucap Dr. Srinivas Murthy, seorang profesor pediatri University of British Columbia yang tak terlibat dalam penelitian di halaman The New York Times (17/03/2020).
Baca Juga: Membuat Hand Sanitizer dari Tanaman di Sekitar Kita, Begini Caranya
Dari penelitian Pediatrics, The New York Times mengatakan bahwa bayi dan anak sangat rentan terhadap COVID-19. Dari 125 anak yang menderita penyakit para, lebih dari 60% berusia 5 tahun atau lebih muda.
Namun catatan dari penelitian ini ialah tidak semua kasus anak-anak yang dilaporkan dipastikan memiliki COVID-19. Sekitar 34% dikonfirmasi, sementara sisanya dicurigai memiliki COVID-19.
Hal tersebut berdasarkan gejala, hasil rontgen dada dan tes darah, serta dugaan anak itu terkena kontak langsung dengan seseorang yang memiliki COVID-19 atau tidak.
Sementara itu, dalam studi terpisah Morbidity and Mortality Weekly CDC yang dikutip oleh livescience mengemukakan bahwa diantara 500 pasien COVID-19 di Amerika Serikat, kurang dari 1% nya berusia 19 tahun atau lebih muda.
Penelitian yang terbit pada 18 Maret 2020 ini berkata bahwa penyakit dengan kondisi parah COVID-19 justru terjadi pada orang dewasa, 52% nya berusia 55 tahun ke atas.
Namun baru-baru ini terdapat bayi baru lahir yang terinfeksi COVID-19 sekaligus menjadi korban termuda di Inggris. Halaman CNN Indonesia mengatakan bahwa beberapa hari sebelum melahirkan sang ibu mengidap pneumonia yang kemudian dikonfirmasi terkena COVID-19.
Beberapa saat setelah melahirkan sang ibu beserta bayi mengikuti tes dan dinyatakan positif COVID-19 di Rumah Sakit North Middlesex, Enfield.