Renungan Hidup dari Jamu dan Perdebatan Persepsinya di Masyarakat

By Fikri Muhammad, Senin, 20 April 2020 | 12:52 WIB
Wanita di pasar. Foto diambil oleh fotografer terkenal Pasar Cephas di Yogyakarta sekitar tahun 1910. (koleksi foto KITLVH) ()

Jamu menurut Fadly sudah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia. Jamu ialah suatu kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kehidupan dan kesehatan mereka.

Jamu berasal dari kata jampi (doa/mantra/penyembuhan menggunakan ramuan) dan usodo (kesehatan). Kemudian menjadi jamu sebagai sebuah akronim. Masyarakat memanfaatkan hasil alam yang ada di sekitarnya seperti batang, daun, biji, buah, dan akar-akaran yang memiliki hasiat menyembuhkan atau panacea.  

Menurut asal-usulnya sebetulnya manusia memanfaatkan tumbuhan sebagau panacea karena melihat aktivitas hewan. Fadly yakin hewan-hewan itu menyantap sari bunga dan memamah rumput untuk self-healing terhadap diri mereka sendiri. 

Maka, manusia melakukan peniruan atau imitasi dari perilaku hewan. Ini juga yang membuat manusia pada abad lampau memiliki pengetahuan untuk memetakan taksonomi jenis-jenis tanaman yang ada di sekitar mereka. Hewan dipercaya memiliki naluri terhadap tanaman disekitarnya.

"Misalnya kita lihat aktivitas seperti tawon yang menyadap sari bunga, itu disaksikan oleh manusia. Ini yang jadi bagian atau perjalanan bagaimana tanaman-tanaman itu dijadikan sebagai herbal. Untuk memenuhi kebutuhan medis masyarakat," ucap Fadly.

Baca Juga: Hoaks, Xenofobia, dan Rasialisme dalam Sejarah Pagebluk Indonesia

Nampaknya pada era kontemporer keinginan untuk mengangkat martabat jamu kembali muncul. Orang sudah melirik kembali tanaman lokal yang dulu dimanfaatkan sebagai zat penyembuh seperti curcuma dan lainya. 

Adapun mengenal kembali tanaman herbal sangat penting. Fadly pun mencatat banyak sekali tokoh-tokoh peneliti tanaman herbal yang karyanya bisa kita baca. Salah satunya ialah Hembing Wijayakusuma.

Menurut Fadly, Hembing adalah tokoh yang sangat konsisten sepanjang hidupnya untuk melakukan penelitian tanaman bermanfaat. Ia mempublikasikan banyak karya soal efek samping dan takaran obat tanaman herbal. 

"Tayangan Hembing tahun 90an di televisi pada tiap pekan, merupakan salah satu upaya diseminasi pengetahuan tentang pentingnya untuk kembali lagi pada tanaman herbal," tutup Fadly Rahman