Setiap Jumat sore, di wilayah Deira, Dubai, lapangan berpasir diubah menjadi ringpertandingan. Itu adalah malam gulat kushti dan Kala Pehlwan siap untuk bertarung.
Saat matahari tenggelam di bawah pohon-pohon palem yang menjulang tinggi, puluhan pria – mengenakan tunik atau kaus – mulai membentuk lingkaran.
Kebanyakan dari mereka adalah orang Pakistan dan India di wilayah perbatasan Punjab, tempat di mana gulat kushti merupakan hobi yang sangat disukai penduduknya. Pria-pria ini hidup di Dubai dan menjadi tenaga kerja andalan Uni Emirat Arab.
(Baca juga: Mengintip Kehidupan Orang-orang Siddi di India)
Sesaat sebelum pertandingan dimulai, para pegulat veteran yang saat ini menjadi wasit, menuangkan air di bagian dalam ring untuk mengurangi debu.
Tak lama setelah itu, lonceng berbunyi tanda gulat kushti akan dimulai. Para pegulat membuka pakaian mereka tanpa malu-malu, menyisakan celana dalam berwarna kuning, merah, atau bahkan dengan motif bunga.
“Kala Pehlwan dan Suhail, segera masuk ke dalam ring!” teriak salah satu pria.
Saling menatap tajam, mereka lalu menggait tubuh satu sama lain dan melumuri tubuh dengan pasir – cara terbaik untuk melawan keringat yang keluar.
Pegulat yang dinyatakan menang adalah ia yang berhasil menjatuhkan punggung lawannya ke tanah dalam waktu kurang dari 20 menit. Jika gulat berlangsung lebih dari 20 menit, maka wasit akan menyatakan seri.
Pada sore itu, Kala Pehlwan kalah. Ia merasa dikuasai dan diberikan sebuah tantangan: “Temukan petarung yang bisa mengalahkanku,” ejek lawannya.
‘Saya terkenal’
Di atas deretan kios-kios yang penuh dengan ikan segar dari Oman, Sri Lanka, dan sekitarnya, terdapat papan yang bertuliskan nama pemiliknya. Di sini lah Pehlwan mengetahui tentang pertandingan kushti saat ia baru sampai di Dubai, enam tahun lalu.