Gelagar-Gelagar Gunung Api Terdahsyat di Nusantara

By Fikri Muhammad, Selasa, 21 April 2020 | 13:30 WIB
Gelegar akbar Tambora pada 10-11 April 1815 memangkas sepertiga tinggi gunung tersebut. Sebuah kalde (Yunaidi Joepoet)

Nationalgeographic.co.id - Letusan gunung api menyimpan beragam cerita dan kenangan. Apalagi di masyarakat negeri cincin api yang menyimpan ingatan masa lalu tatkala gunung api memuntahkan magmanya. Seperti lantunan gambang kromong Keramat Karam yang menggambarkan suasana meletusnya Krakatau pada 1883. 

Berbicara Krakatau tentu masih lekat di benak kita saat dentuman misterius bermunculan di media sosial. Masyarakat mulai menebak-nebak dan bertanya darimana datangnya hal tersebut. Apakah itu sebuah halusinasi atau memang ada kaitanya dengan erupsi anak Krakatau. Fenomena itu menyebabkan paranoia ditengah masyarakat yang sedang berjibaku dengan pandemi virus corona. 

Ya, masyarakat tentu sangat khawatir dengan sebuah bencana yang menentukan jalanya sejarah peradaban manusia. Banyak catata-catatan yang menyimpan kenangan katastrofi yang mengerikan. Maka itu, National Geographic Indonesia menjadikan tema ini sebagai bahan disuksi di bincang redaksi seri ketiga. Untuk mengupas pengetahuan yang lebih dalam soal katastrofi gunung api dan cerita yang menyelimutinya.

Baca Juga: Taman Nasional Yellowstone Bergerak Misterius, Apa Penyebabnya?

Pada Minggu 19 April 2020, Bincang Redaksi dengan judul "Gelagar-Gelagar Gunung Api Terdahsyat di Nusantara" tersebut mengundang Awang Satyana, seorang Geolog Indonesia dan Pegiat Geotrek Indonesia. Ia membicarakan 4 gunung api yang menyebabkan katastrofi yakni Toba, Samalas, Tambora, dan Krakatau. 

Pada paparan pembukanya, Awang berbicara soal aktivitasnya di komunitas Geotrek Indonesia, sebuah komunitas nirlaba pecinta warisan sejarah alam dan budaya Indonesia. Tak hanya jalan-jalan saja, komunitas ini juga aktif mempublikasi jurnal ilmiah.

Kemudian paparanya masuk kepada pemahaman geologi gunung api di Indonesia. Ia menjabarkan teori lempeng teknonik. Sebuah lempeng yang duduk di atas batuan cair dengan densitas yang berat. Lempeng itu pasti mengalami pergerakan atau dalam istilah geologi dinamakan tektonik.

Dinamika tektonik itulah yang mengendalikan gempa, gunung api, dan gas bumi. Indonesia merupakan triple junction karena dijepit oleh tiga lempeng yakni Eurasia, Filipina, dan Australia. 

Lempeng dan erupsi gunung api saling berhubungan, keduanya dapat memicu magma dari inti bumi keluar ke permukaan. Indonesia sendiri mempunyai 400 gunung aktif, termasuk yang sedang tidur dan yang sudah mati menurut Awang. 

Siluet pendaki di puncak Gunung Tambora berketinggian 2.850 meter. Gunung bertipe stratovolcano akti (Yunaidi Joepoet)

Terdapat empat gunung api yang menyebabkan erupsi terbesar di Nusantara dan dunia berdasarkan skala VEI, juga dengan julukanya masing-masing. Erupsi Toba (meletus 74.000 tahun lalu) berskala 8 VEI dengan julukan "menyebabkan bottle neck populasi manusia".

Samalas (1257) berskala 7 VEI dengan julukan "penyebab kelaparan di London", Tambora (1815) berskala 7 VEI dengan julukan "tahun tanpa musim panas", dan Krakatau (1883) berskala 6 VEI dengan julukan "35.000 orang tewas akibat erupsi dan tsunami).

Skala VEI (Volcanic Explosivity Index) merupakan ukuran relatif dari sebuah letusan gunung api. Skalanya dari 0 sampai 8. Salah satunya ialah mengukur volume ejecta (bahan yang dilemparkan).

Mengenai letusan Gunung Toba yang terjadi sekitar 74.000 tahun yang lalu. Awang Satyana mengutip Amborse bahwa peristiwa ini melontarkan material sejauh 2800 kilo meter kubik, membentuk kaldera 30x100 km, menyebabkan 6-10 tahun zaman es, dan menewaskan 90 % penduduk dunia. 

Erupsi itu juga melemparkan abu vulkanik yang jauh ke stratosfer. Apa yang kita kenal sekarang dengan Pulau Samosir sebetulnya bagian dari Gunung Toba menurut Awang.

Pada 74 ribu tahun yang lalu iklim akibat letusan Gunung Toba pun berbahaya.  Erupsi Toba telah menghancurkan dunia flora (genetic bottlenecking) yang luar biasa bila diukur dari taxonomic dari pohon. Begitu juga manusia yang saat itu sedang melakukan migrasi besar-besaran.

"Iklimnya berubah, matahari tidak bisa mencapai ke permukaan, fontosisntesis berkurang. Manusia saat itu bermigrasi, manusia yang bergerak di sekitar Asia terkena prahara abu vulkanik ke arah barat laut. itu mengubah sejarah migrasi manusia. dipredisi yang selamat hanya 10.000 orang," ucap Awang via Zoom (19/04/2020).

Ras saat itu terdiversifikasi. Melalui pemetaan genom dan DNA manusia ada dari Afrika dan memiliki turunan yang banyak. Jika kita melihat melihat rambut orang Afrika yang keriting, sekarang lebih bervariasi karena salah satu penyebabnya adalah erupsi Toba menurut Awang. 

"Jadi ada DNA yang dulunya tunggal sekarang lebih bervariasi. Jadi ada ligkungan yang berubah saat itu. nah itu yang pernah dilihat bagaimana ras itu bervariasi, ada starting setelah letusan toba," ucap Awang. 

Panorama Danau Toba, Sumatera Utara. Danau vulkanik terbesar di Asia Tenggara ini merupakan salah sa (Editor)

Sejak tahun 2013, ada pengetahuan baru bahwa Gunung Api Samalas adalah saudara tua Gunung Rinjani pada publikasi ilmiah tahun 2003. 

Gunung Samalas itu mulanya menutupi seluruh bagian Rinjani dan erupsi pun terjadi pada tahun 1257 M. Melontarkan 40 kilo meter kubik material yang membentuk kaldera 7.5 x 6 km/ Melontarkan 170 juta ton gas SO2 ke stratosfer dan menyebabkan anomali iklim dunia pada 1258-1260.

Awang mengatakan bahwa korban erupsi Samalas tak hanya letusan langsung saja namun juga perubahan iklim, sosial, ekonomi, dan politik secara global.

Sebelum diketahui bahwa gunung yang mengeluarkan erupsi bernama Samalas, para peneliti sudah berupaya menelaah dan memperkirakan bahwa ada erupsi besar yang terjadi disekitar tahun 1257-1258 yang menyebabkan stratosfer diselimuti aerosol dan memengaruhi perubahan iklim di Gunung Es Artic dan Antartic. 

Barulah pada tahun 2013 publikasi ilmiah yang berjudul Source of the great A.D. 1527 Mistery Eruption Unveiled, Samalas Volcano, Rinjani Volcanic Complex, Indonesia.

Awang mengatakan bahwa jurnal tersebut mengisahkan bahwa ada gunung Samalas (4200 mdpl) yang sekarang menjadi Rinjani (3726 mdpl). Gunung itu mengeluarkan erupsi dengan kandungan chlorine dan bromine yang merusak ozon. 

Pada artikel 2012, Awang mengutip bahwa kejadian itu mengakibatkan kematian masal di London, yakni 15 ribu orang yang kelaparan karena pasokan makanan yang terbatas di musim dingin. Akibatnya, banyak penduduk yang melakukan demonstrasasi.

Adapula kejadian-kejadian aftermath Samalas lainya yakni krisis di Oseania yang berhubungan dengan Little Ice Age di dunia, perubahan iklim mendorong orang-orang di Polnesia bermigrasi ke baratdaya dan menghuni Selandia Baru, terjadi perindahan penduduk di Pasifik pada tahun 1300, Daratan Eropa gagal panen, kelaparan, dan terjadi wabah, dan terjadi pemberontakan/revolusi di beberapa negara dan perubahan peta politik di Italia, Iberia, Mongol, Cina, Jepang, Korea, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.

Lalu, Awang memaparkan Babad Lombok abad ke-16 tentang Gunung Samalas yang bertuliskan sebagai berikut.

"Gunung Rinjani Longsor dan Gunung Samalas runtuh, diikuti oleh longsoran batu-batu dengan bunyi gemuruh. Aliran batu membinasakan Pamatan. Semua rumah hancur dan tersapu terapung di laut, dan banyak orang yang mati. Selama tujuh haru gempa besar mengguncang Bumi, tenggelam di Leneng, diseret oleh aliran batu. Orang melarikan diri dan sebagian naik ke bukit-bukit (Babad Lombok - abad 16). 

Pemandangan Danau Segara Anak yang indah dalam perjalanan turun dari Puncak Gunung Rinjani. Danau in (Gloria Samantha)

Tambora, meletus pada 1815 M. Melontarkan material sampai 60 kilo meter kubik yang membentuk kaldera 7.2 x 7 km. Menyebabkan tahun 1816 tanpa musim panasdi belahan bumi utara. 

Tambora, mengeluarkan 60 megaton sulfur. Hal inilah yang mengakibatkan munculnya musim dingin, sampai disebut sebagai pompei of the east menurut paparan Awang. 

Awang menambahkan bahwa garis salju yang mulanya ada di alaska, pada tahun 1816 ia masuk ke new york. Negara-negara perserikatan di Amerika menjadi dingin sehingga menyebabkan gagal panen, wabah tifus dan pes, dan harga gandum naik. 

Selain itu pula ada kejadian-kejadian lain paska erupsi Tambora yakni perang napoleon yang mulai berdamai karena cuaca dingin, tahun pengemis di Jerman, 1819 krisis bank Amerika Serikat sampai munculnya Frankenstein. 

Baca Juga: Sisa Pohon Mahoni Tertua Ditemukan, Disebut Hidup di Zaman Dinosaurus

Terakhir adalah Gunung Krakatau yang sampai sekarang masih aktif dan meninggalkan pulau-pulau serum rakata dan panjang karena evolusi kompleksinya. 

Krakatau meletus pada 1883 M, melontarkan material sejauh 18 kilo meter kubik dan menwaskan 36.000 orang akibat tsunami. 

Selain itu, Pemberontakan Banten pada 1888 M juga terjadi karena erupsi ini. 

"Banten ditekan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pasca letusan Krakatau karena menurunya produksi pertanian. Sehingga pendapata kolonial pemerintahan Hindia Belanda berkurang drastis dan berimbas pada penekanan rakyat," ucap Awang.