Penjajahan yang terjadi di Indonesia pada masa lalu tentu menyisakan luka bagi Bangsa Indonesia. Perlawanan untuk mendapatkan kemerdekaan membutuhkan banyak korban jiwa, harta dan pengalaman kelam. Semua peristiwa terkait pun menjadi bagian dalam sejarah negeri ini sebagai pengingat atas perjuangan saat itu.
Walaupun sudah lampau, jejak kehadiran para penjajah pada masa lalu masih dapat dengan mudah ditemukan di berbagai daerah. Salah satunya adalah di Bandung, Jawa Barat. Warisan bangunan megah dengan gaya arsitektur art deco banyak berdiri di berbagai tempat seperti di Jalan Asia-Afrika—sebelumnya bernama Jalan Pos—, Braga, hingga Sukasari.
Baca juga: Kesaksian Anak Indekos di Indonesische Club
Saking banyaknya bangunan eksotis yang terdapat di Bandung, wisata Bandung tempo dulu pun menjadi populer. Banyak komunitas dan agen perjalanan menawarkan pengalaman wisata ‘time traveling’ dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah tersebut. Selain itu juga makin banyak pengusaha yang berlomba-lomba menyediakan akomodasi terbaik di Bandung. Bahkan UNESCO, organisasi pendidikan, keilmuan dan kebudayaan PBB menyebut Bandung sebagai kota dengan bangungan art deco terbanyak dan terlengkap di dunia.
Dalam melakukan wisata Bandung tempo dulu, kita juga dapat melakukannya secara mandiri tanpa bantuan dari pihak ketiga. Wisatawan dapat terlebih dulu mencari informasi letak dan sejarah tempat yang ingin dikunjungi.
Untuk mempermudah, berikut ini kami rangkum beberapa tempat yang menarik untuk dikunjungi sebagai bagian dari wisata Bandung tempo dulu.
1. Asia-Afrika.
Jalan besar yang pada awalnya bernama Jalan Raya Pos ini menjadi awal berdirinya Kota Bandung. Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Herman Willem Daendels, pada tahun 1810 menancapkan sebuah tongkat di sisi De Groote Postweg—kemudian dikenal dengan nama kilometer 0.
Daendels kemudian meminta Raden Wiranatakusumah II selaku Bupati Bandung saat itu, untuk menjadikan lokasi tersebut sebagai ibu kota Bandung.
Jalan Asia-Afrika mengingatkan banyak orang mengenai Konferensi Asia-Afrika yang diadakan pada 18-24 April 1955. Gedung Merdeka, tempat konferensi ini berlangsung pun masih berdiri dengan gagah dan terawat. Gedung ini tak pernah luput dari sasaran foto para wisatawan.
2. Alun-alun.
Taman umum pertama di Bandung ini dikelilingi oleh beberapa bangunan menarik yang dapat dijadikan sebagai target berburu foto atau sekadar tempat wisata keluarga. Pada sisi timur alun-alun terdapat mal pertama yang didirikan di Bandung, Mal Palaguna. Pada sisi Selatan terdapat rumah pendopo sebagai pusat pemerintahan. Sisi Barat alun-alun terdapat Masjid Agung, dan sisi Utara terdapat sebuah penjara.
Walaupun saat ini alun-alun sudah mengalami beberapa kali perubahan wajah, namun letak dan bentuk dasar bangunan di sana masih serupa. Banceuy, penjara yang terletak di sisi Utara alun-alun sebenarnya sudah diruntuhkan pada tahun 1984 dan disisakan sebuah menara pengawas di pinggir jalan sebagai penanda bahwa di sana pernah terdapat sebuah penjara.
3. Braga.
Kawasan ini dikenal sebagai tempat berkumpulnya para pemuda yang hendak bragaderen—kini kita menyebutnya dengan istilah nongkrong atau mejeng.
Kala itu, toko-toko di sana didirikan untuk menjual berbagai kebutuhan penduduk Bandung yang kebanyakan berasal dari Eropa. Berbagai barang dan kebutuhan di sana pun diadakan dengan cara diimpor.
Kawasan yang hingga kini masih menjadi daya tarik bagi wisatawan ini merupakan satu dari tiga jalan pertama di Bandung—dua lainnya adalah Jalan Asia-Afrika dan Jalan Merdeka.
4. Gedung Sate.
Anda mungkin belum sah mengunjungi Bandung bila belum datang dan melihat langsung Gedung Sate. Gedung yang sering tergambar dalam berbagai suvenir Bandung ini dibangun dengan gaya arsitektur Indo-Eropa. Gedung ini memadukan gaya Moorish Spanyol, renaissance Italia, art deco, dan Sunda.
Satu pertanyaan yang sering terlontar adalah mengapa gedung ini dibangun secara diagonal. Jawabannya sederhana saja, Gedung Sate dibangun diagonal agar bisa menghadap langsung ke Gunung Tangkuban Perahu.
5. Vila Isola/Hotel Savoy Homann
Tidak banyak yang tahu bahwa di dalam kawasan Universitas Pendidikan Indonesia terdapat sebuah bangunan unik dengan gaya art deco. Bangunan ini bernama Vila Isola, nama yang secantik bentuk bangunannya.
Nama Isola sendiri adalah sebuah kependekan dari frasa Latin, M’isolo e vivo yang berarti ‘saya mengasingkan diri dan bertahan hidup’.
Bangunan yang sekarang bernama Bumi Siliwangi dan berfungsi sebagai kantor rektorat ini dibangun pada Oktober 1932 dan selesai pada Maret 1933. Vila Isola dibangun oleh Charles Prosper Wolff Schoemaker, seorang arsitek yang desain bangunannya sudah banyak menghiasi Bandung.
Baca juga: Spionase, Peta Rahasia, dan Pencarian Kekuasaan di Eropa Abad Ke-16
Tujuan awal bangunan ini didirikan adalah sebagai rumah peristirahatan seorang Jawa-Italia bernama Dominique Wilem Beretty, pemilik kantor berita internasional Hindia Belanda, Algemeen Nieuws en Telegraaf Agentschap/ANETA—kemudian berubah nama menjadi Kantor Berita ANTARA.
Bangunan yang pada awalnya dibuat dengan bahan bambu ini kemudian dibeli oleh Hotel Savoy Homann pada tahun 1936. Saat itu Hotel Savoy Homann dikelola oleh Fr. J. Van Es, seorang pengelola Hotel Des Indes di Batavia.
Pada 20 Oktober 1954, bangunan ini kemudian berubah fungsi menjadi Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG), cikal bakal Universitas Pendidikan Indonesia.