Melepaskan Hewan ke Arktika Bisa Bantu Melawan Perubahan Iklim?

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 21 April 2020 | 16:17 WIB
Kawanan rusa kutub. (Federico Veronesi/Minden Pictures)

Nationalgeographic.co.id - Kawanan kuda, bison, dan rusa kutub dapat memainkan peran signifikan dalam menyelamatkan dunia dari pemanasan global. Ini merupakan kesimpulan dari studi yang menunjukkan bagaimana menggembalakan herbivora dapat memperlambat pencairan es di lapisan Kutub Utara. 

Studi yang merupakan simulasi komputer berdasarkan kehidupan nyata ini, menemukan bahwa dengan jumlah hewan yang cukup, sekitar 80% dari lapisan permafrost di seluruh dunia dapat dilestarikan hingga tahun 2100. 

Penelitian ini terinspirasi dari sebuah eksperimen di kota Chersky, Siberia, yang ditampilkan pada CBS News' 60 Minutes. Episode tersebut menjelaskan kepada pemirsa seorang ilmuwan bernama Segey Zimov yang mengirim kembali hewan herbivora ke tundra Arktika lebih dari 20 tahun lalu. 

Bertahun-tahun, Zimov dan anak laki-lakinya, Nikita, telah mengamati dampak positif dari melepaskan hewan pemakan rumput ke wilayah permafrost yang ia sebut Pleistocone Park. 

Baca Juga: Terancam, Megafauna Laut Benar-benar Bisa Punah Pada Seabad Mendatang

Permafrost sendiri merupakan lapisan tanah tebal yang membeku sepanjang tahun. Karena iklim menghangat dengan cepat di wilayah Arktika, banyak permafrost yang tidak beku lagi. Permafrost yang mencair ini kemudian melepaskan gas rumah kaca yang telah terkubur di tanah beku selama puluhan ribu tahun, kembali ke atmosfer.

Para ilmuwan khawatir proses tersebut dapat menjadi 'lingkaran setan': atmosfer yang menghangat, mencairkan lebih banyak permafrost, melepaskan lebih banyak gas rumah kaca, dan kemudian memberikan dampak lagi ke atmosfer. Sebuah siklus yang tidak ada ujungnya. 

Tahun lalu, ketakutan mereka terbukti dengan hasil studi dari para ilmuwan di Woods Hole Research Centre yang mengungkapkan bahwa Arktika tidak lagi mampu menyimpan karbon sehingga ia melepaskannya lagi ke atmosfer. 

Melihat hal tersebut, Zimov pun memiliki gagasan untuk membawa hewan pengggembur ke Pleistocene Park. Ini dilakukan agar kaki mereka dapat meratakan salju yang menumpuk sehingga dapat mendinginkan tanah yang berada di bawahnya. 

Siapa sangka, ternyata cara itu berhasil. Sekitar 100 hewan ditempatkan pada area seluas satu kilometer persegi dan mereka dapat memotong ketinggian salju hingga setengahnya. Salju pun tersebar ke tanah dan membekukan permafrost.

Permafrost. (Adrian Wojcik/Getty Images/iStockphoto)

Dalam upaya melihat bagaimana metode ini berdampak pada skala yang lebih besar--selain di Pleistocene Park--Christian Beer dari University of Hamburg, melakukan eksperimen simulasi. Bersama timnya, ia menggunakan model iklim khusus untuk mereplikasi permukaan tanah di seluruh permafrost Arktika setahun penuh. 

 

Hasilnya yang dipublikasikan pada Scientific Reports menunjukkan, jika emisi terus meningkat, maka akan ada kenaikan suhu sebesar 7 derajat Fahrenheit yang dapat menyebabkan sebagian permafrost mencair pada 2100. 

Sebaliknya, jika ada hewan penggembala yang hidup di tundra, suhu hanya akan naik 4 derajat Fahrenheit. Angka ini cukup untuk melestarikan 80% permafrost yang ada saat ini hingga akhir abad. 

Seberapa realistis kah metode ini untuk diterapkan? Beer menjawab bahwa ia belum yakin bisa membawa hewan-hewan kembali ke Arktika. "Saat ini, rata-rata ada 5 rusa kutub per kilometer persegi. Dengan 15 (rusa kutub) per kilometer persegi, menurut perhitungan kami sudah cukup untuk menjaga ketahanan 70% permafrost," papar Beer. 

Baca Juga: Lemur Ekor Cincin Gunakan 'Parfum' Wangi untuk Memikat Betina

Beer dan timnya menyadari beberapa efek samping dari pendekatan ini. Sebagai contoh, di musim panas, hewan-hewan akan merusak lapisan lumut pendingin tanah yang akan berkontribusi pada pemanasan tanah. Meski begitu, para peneliti menemukan bahwa efek pendinginannya di musim dingin jauh lebih baik daripada rusaknya tanah selama musim panas. 

"Jika secara teoritis kita mampu mempertahankan kepadatan hewan yang tinggi seperti di Pleistocene Park, apakah itu cukup baik untuk menyelamatkan permafrost? Jawabannya ya, itu berdampak pada 80% permafros di wilayah tersebut," kata Beer.

Langkah selanjutnya, Beer berencana berkolaborasi dengan ahli biologi untuk menyelidiki bagaimana hewan-hewan dapat tersebar dengan baik di area permafrost Arktika.