Kartini pelopor seni kriya
Daniel mengatakan, kotak perhiasan tersebut menjelaskan sisi lain dari Kartini, yakni sebagai seorang perancang dan pebisnis. Meskipun tidak dijual dan diberikan sebagai hadiah, tapi dengan Kartini menawarkan kotak berukir wayang tersebut ke Abendanon, menurut Daniel, itu juga sebuah bentuk promosi.
“Lalu apa makna kotak itu? Lebih lanjut, ini menunjukkan peran Kartini sebagai pelopor pelestarian seni kriya dan industri kreatif Jepara,” ungkap Daniel.
Mengutip tulisan Susi Ernawati, perempuan yang kerap meneliti sejarah Jepara, Daniel memaparkan bahwa setelah masa kurungannya selesai, Kartini diajak ayahnya untuk mengunjungi lokasi bernama Blakang Goenoeng yang merupakan sentra ukir. Kartini kemudian memberikan perhatian besar kepada para pengrajin: membina, membuat desain, menunggu para pekerja hingga menyediakan pendopo untuk pameran.
Pada 1898, bersama dengan adik-adiknya mengirimkan karya ke pameran Nationale Tentoonstelling voor Vrouernarbeid, di Belanda. “Mereka merupakan orang Hindia Belanda pertama yang mengikuti acara besar di Eropa,” ungkap Daniel.
Langkah ini pun akhirnya membuka jalan bagi karya-karya seni Jepara terkenal hingga ke Belanda. Hasil penjualan dari kerajinan Jepara tersebut bahkan bisa membantu mahasiswa-mahasiswa yang berada di negara Kincir Angin tersebut.
Kartini dan batik Lasem
Tidak hanya seni kriya, Kartini juga memiliki perhatian pada batik. Didiet Maulana, desainer dan pecinta wastra nusantara sekaligus co-founder Kesengsem Lasem, menjelaskan bahwa dalam salah satu suratnya ke Rosa Abendanon pada 1903, Kartini mengatakan sedang mencari sarung asli Lasem.
“Kartini diketahui sering memakai kebaya dan memadukannya bukan dengan kain, tapi dengan sarung. Salah satunya sarung Lasem,” ungkap Didiet.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Kartini memiliki perhatian lebih dan mendukung industri kreatif rakyat. Berangkat dari semangat Kartini tersebut, Didiet pun mencari tahu lebih banyak tentang batik Lasem dan para pengrajinnya yang kebanyakan kaum perempuan.