Awal Perjalanan Benteng Kedungcowek Menjadi Pusaka Kota Surabaya

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 12 Mei 2020 | 23:14 WIB
Jiwa kota bersemayam di bangunan-bangunan tuanya. Benteng Kedungcowek bagian dari cerita dan sejarah kota. Warga sadar, tanpa jejak bangunan pertahanan militer ini, mereka akan lupa tentang riwayat dan jiwa kota mereka. (National Geographic Indonesia)

Hal yang sama juga disampaikan oleh Junus Satrio Atmodjo, arkeolog dan Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kemendikbud. Menurutnya, warisan budaya itu bukan milik pemerintah, tapi juga masyarakat.

“Jadi, kontribusi masayarakat dalam mengiprentasikan cagar budaya dan upaya mereka untuk menjaga supaya tidak rusak, harus diapresiasi dengan baik,” ungkap Junus.

Ia mengatakan, tugas Tim Ahli Cagar Budaya adalah melihat hubungan antara objek dengan masyarakat. Usianya tidak perlu 50 tahun dulu, asalkan objek tersebut tidak ada duanya di Indonesia atau begitu penting nilainya dalam masyarakat, maka bisa ditetapkan sebagai cagar budaya.  

Junus berharap, agar semua pihak terlibat dapat menjalin hubungan yang harmonis agar peninggalan-peninggalan bersejarah di Indonesia bisa dilestarikan dengan baik.

“Cagar budaya itu memang ketetapan hukum dan yang mengeluarkan adalah kepala daerah. Namun, makna dari cagar budaya sendiri berasal dari mekanisme di masyarakat,” katanya.

“Penetapan Benteng Kedungcowek sebagai cagar budaya adalah kemenangan semua orang. Selamat untuk warga Surabaya,” pungkasnya.

Baca Juga: Serdadu VOC Asal Tanah Madura

Bincang Redaksi #6: Penyelamatan Benteng Kedungcowek, yang mengisahkan linimasa perbentengan kota Surabayadan renjana warga demi menjaga repihannya. (National Geographic Indonesia)

Keberhasilan warga terkait upaya pelestarian Benteng Kedungcowek menunjukkan adanya pengaruh jaringan global dan media sosial. Keduanya memungkinkan warga mencari jiwa kota mereka yang hilang. Bentuk pencarian itu bisa berupa diskusi, obrolan ringan, hingga upaya penetapan situs cagar budaya. Namun, label cagar budaya sejatinya awal dari perjalanan panjang proses pelestarian. Menetapkan status cagar budaya tanpa ada upaya untuk merawatnya adalah kebohongan publik. Membiarkan bangunan cagar budaya tak terawat dan hancur adalah kejahatan.Warga wajib ikut serta dalam pelestarian dan pengawasan cagar budaya karena sejatinya cagar budaya itu milik mereka, bukan sekadar milik pemerintah atau badan usaha yang turut merevitalisasinya.Jiwa kota bersemayam di bangunan-bangunan tuanya. Benteng Kedungcowek bagian dari cerita dan sejarah kota. Warga sadar, tanpa jejak bangunan pertahanan militer ini, mereka akan lupa tentang riwayat dan jiwa kota mereka.Semoga upaya pelestarian berbasis komunitas atau warga menjadi salah satu purwarupa atau prototipe pelestarian cagar budaya nasional kita. Bukankah sebuah kota tanpa bangunan tua, seperti orang gila yang keluyuran tanpa tujuan?