Kisah Masyarakat Adat Amerika dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

By Gita Laras Widyaningrum, Rabu, 27 Mei 2020 | 14:09 WIB
Jillene Joseph, anggota Gros Ventre atau suku Aaniih yang berasal dari Fort Belknap, Montana. (Josue Rivas/National Geographic)

Nationalgeographic.co.id – “Apa yang akan kita lakukan?”, Jillene Joseph bertanya kepada anggota dewan Native Wellness Institute. Itu bukanlah pertanyaan retorik.

Pertanyaan tersebut disampaikan pada pertengahan Maret lalu saat mereka mengadakan rapat darurat seiring dengan penutupan sekolah dan pusat bisnis akibat virus corona. Native Wellness Institute, sebuah lembaga yang berbasis di Oregon ini, kerap menangani trauma pada masyarakat adat—biasanya melalui pelatihan langsung berdasar ajaran dan tradisi leluhur.

Joseph, direktur eksekutif lembaga tersebut, tahu dia harus menemukan cara baru untuk membantu anggota komunitas yang akan beradaptasi dengan kebijakan tinggal di rumah selama pandemi.

Baca Juga: Masker Sutra dengan Simbol Keberuntungan Karya Desainer Tiongkok

Masyarakat adat Amerika juga rentan terhadap COVID-19 karena masalah kesehatan yang mendasari seperti diabetes dan jantung. Selain itu, mereka juga tinggal bersama dengan banyak orang dan multigenerasi dalam satu rumah.

Di penampungan, yang menjadi tempat tinggal setengah dari total masyarakat asli Amerika, tidak semua orang memiliki pipa air atau listrik. Ini membuat mereka kesulitan mengikuti pedoman mencuci tangan secara teratur.

Navajo Nation, penampungan terbesar di Amerika Serikat, memiliki tingkat penularan yang hampir sama tinggi dengan New York dan New Jersey. Per 11 Mei, diketahui bahwa ada 102 kematian yang terkonfrimasi.

“Mereka kembali trauma,” kata Joseph yang merupakan anggota Gros Ventre atau suku Aaniih yang berasal dari Fort Belknap, Montana. Menangani psikologis dan spritual anggota masyarakat adat selama pandemi menjadi fokusnya saat ini.

Sebagai praktisi kesehatan, Joseph melihat kepercayaan dan praktik budaya tradisional sebagat alat yang ampun untuk membantu masyarakat adat memahami pandemi. Ia tidak sendirian. Dengan bantuan komunitas, kekuatan, serta hubungan holistik dengan alam, para pemimpin spiritual dari berbagai suku mengekspresikan optimisme dan kesiapan mengambil pelajaran dari virus corona.

‘Memori berdarah’

Bagi masyarakat adat, sejarah memainkan peran penting dalam memahami pandemi. Salah satu tetua dari Michigan menghubungi Joseph dan mengatakan betapa sulitnya merawat diri dan keluarganya saat pandemi. Setelah beberapa kali merenung, tetua itu sadar bahwa ia kesulitan karena dibayangi kenangan epidemi cacar yang telah menewaskan banyak masyarakat adat Amerika. Ia merasa perlu memaafkan pemerintah AS yang dengan sengaja memberikan penyakit tersebut pada anggota kelompoknya.

Meskipun belum ada bukti pasti bahwa orang-orang Eropa dan Amerika dengan sengaja menyebarkan penyakit cacar kepada masyarakat adat, tapi ada dugaan yang mengarah ke sana. Akibat wabah tersebut, sekitar 90% (20 juta) penduduk asli Amerika meninggal dunia.