Para Ilmuwan Ingatkan Potensi Kerusakan Otak Akibat COVID-19

By Gita Laras Widyaningrum, Rabu, 8 Juli 2020 | 11:42 WIB
Ilustrasi otak manusia. (aeyaey)

Nationalgeographic.co.id – Para ilmuwan mengingatkan tentang potensi gelombang kerusakan otak sebagai hasil dari penelitian yang menyatakan bahwa COVID-19 dapat memicu komplikasi saraf, termasuk inflamasi, psikosis, dan delirium.

Sebuah studi yang dilakukan para peneliti dari University College London (UCL), mendeskripsikan 43 kasus pasien COVID-19 yang mengalami disfungsi otak, stroke, kerusakan saraf, dan masalah otak serius lainnya.

Studi ini menegaskan penelitian sebelumnya yang juga menemukan bahwa COVID-19 dapat merusak otak.

“Apakah ini menciptakan kerusakan otak skala besar—seperti yang terjadi pada wabah ensefalitis lethargiva pada 1920 dan pandemi influenza 1918—masih perlu dipantau lebih lanjut,” kata Michael Zandi, pemimpin penelitian dari UCL’s Institute of Neurology.

Baca Juga: Virus Flu yang Berpotensi Timbulkan Pandemi Ditemukan di Tiongkok

COVID-19 yang disebabkan oleh coronavirus baru, pada dasarnya merupakan penyakit pernapasan yang menyerang paru-paru. Namun, para ahli saraf dan spesialis otak, mengatakan bahwa melihat dari bukti yang muncul, dampaknya terhadap otak sangat mengkhawatirkan.

“Ada jutaan orang yang terinfeksi COVID-19 saat ini. Jika dalam satu tahun ada pasien sembuh yang mengalami defisit kognitif, maka itu akan memengaruhi kemampuan mereka untuk bekerja dan melakukan kegiatan sehari-hari,” ungkap Adrian Owen, ahli saraf di Western University.

Dalam studi UCL, yang dipublikasikan pada jurnal Brain, sembilan pasien yang memiliki peradangan otak didiagnosis kondisi langka yang disebut ensefalomielitis diseminata akut (acute disseminated encephalomyelitis/ADEM). Kondisi ini biasanya sering dilihat pada anak-anak dan dipicu oleh infeksi virus.

Tim peneliti mengatakan, mereka hanya menemukan sekitar satu pasien dewasa dengan ADEM per bulannya. Namun, angka ini meningkat menjadi satu kasus per minggu selama masa studi. Menurut mereka, peningkatan ini sangat mengkhawatirkan.

“Mengingat kondisi ini baru ada selama beberapa bulan, kami belum mengetahui kerusakan jangka panjang seperti apa yang dapat disebabkan oleh COVID-19,” kata Ross Paterson, yang juga terlibat dalam studi tersebut.

“Dokter perlu mewaspadai kemungkinan efek neurologis karena diagnosis dini menentukan hasil akhir pasien,” imbuhnya.

Baca Juga: Studi: Pandemi Membuat Kualitas Tidur Sebagian Orang Memburuk