#BerbagiCerita dengan Nicholas Saputra: Bagaimana Kuasa Film Atas Renungan Alam?

By Gita Laras Widyaningrum, Rabu, 22 Juli 2020 | 11:12 WIB
Keindahan alam. (Nate Johnston/Unsplash)

Nationalgeographic.co.id – Mengutip Sigmund Freud, ia pernah mengatakan bahwa film dapat menginspirasi seseorang karena telah menyajikan fantasi bagi penontonnya. Dengan kata lain, film memiliki kuasa atas motivasi penonton terkait kesempurnaan karakter yang belum bisa dicapai pada dunia nyata.

Akhir-akhir ini, muncul banyak film bertema alam, termasuk cerita bencana dan kehancuran Bumi. Kehadiran film dengan genre ini seolah menakut-nakuti.

Manusia sebagai sumber masalah ekologis mutlak dihadapkan dengan ramalan futuristik pada dunia penuh bencana, juga memprediksi konsekuensi dan tindakannya sebelum malapetaka terjadi.

Benarkah film memiliki dampak sehebat itu terhadap pemikiran manusia?

Baca Juga: Saya Pilih Bumi: Berinteraksi dengan Alam Mampu Meningkatkan Kesejahteraan Mental

()

Dalam acara #BerbagiCerita: Kuasa Film Atas Renungan Alam, Nicholas Saputra, aktor dan produser, setuju bahwa film memiliki efek yang magis. Itu dapat dengan kuat memengaruhi pikiran dan tindakan kita.

“Film memberikan kekuatan pada alam bawah sadar yang akhirnya memengaruhi perilaku kita,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Nico menjelaskan bahwa film dapat menghibur dan memberi kepuasan pada perasaan-perasaan di dalam diri kita. Mulai dari cinta, marah, dan sebagainya. Film-film bertema alam yang memproyeksikan ketakutan juga ingin memberi sesuatu kepada penontonnya.

“Para pembuat film bebas memilih angle sesuai dengan apa yang ingin mereka sampaikan. Bisa dengan sesuatu yang menakutkan tadi misalnya,” imbuhnya.

Nico sendiri memilih jenis dokumenter saat membuat film bertema alam. Sebagai produser film Semesta, ia ingin memperlihatkan sesuatu yang positif sekaligus menampar dengan realitas mengenai kondisi lingkungan kita saat ini.

Semesta berkisah tentang tujuh sosok di tujuh provinsi Indonesia--mulai dari Bali, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Aceh, Papua Barat, Yogyakarta dan Jakarta--yang berusaha memperlambat dampak perubahan iklim dengan merawat alam atas dorongan agama, kepercayaan, dan budaya masing-masing.

Tidak menakut-nakuti, film ini menampilkan tokoh protagonis yang melakukan sesuatu untuk menjaga Bumi.

“Saya merasa dokumenter tentang alam perlu variasi di Indonesia. Kami merasa angle ini jarang diangkat. Banyak film dokumenter tentang alam yang bagus dari sisi jurnalistik atau investigatif, tapi kami ingin mengambil sisi yang berbeda melalui Semesta,” papar pria berusia 36 tahun ini.

Film Semesta. (Tanakhir Films)

Ide membuat film tersebut berawal dari hobi traveling-nya. Saat melakukan perjalanan ke beberapa wilayah di Indonesia, Nico kerap bertemu dengan tokoh-tokoh yang aktif melakukan sesuatu untuk alam sekitarnya. Ini membuatnya termotivasi dan merasa bertanggung jawab menyebarkan nilai positif untuk alam.

“Dari traveling, saya mulai mengetahui isu-isu lingkungan. Kemudian banyak hal menjadi personal karena saya melihat, merasakan dan terlibat langsung dalam pelestarian alam. Inginnya sih terus membantu menyuarakan dengan kapasitas yang dimiliki,” cerita pemeran Rangga dalam film Ada Apa Dengan Cinta? ini.

Dengan membuat film Semesta, ia ingin penonton terinspirasi dari ‘para pejuang lingkungan’ tersebut dan akhirnya mulai menjaga alam. Apalagi, film ini merangkum beberapa wilayah di Indonesia, dilihat dari lanskapnya. Ada pedesaan, perkotaan, pesisir, hingga pegunungan, sehingga diharapkan siapa pun yang menontonnya merasa terhubung dengan kondisi lingkungan sekitarnya.

Baca Juga: Semakin Parah, Deforestasi Amazon Meningkat 25 Persen dari Tahun Lalu

Menurut Nico, hal terpenting dalam film adalah relevansi dan bagaimana itu bisa memiliki kekuatan untuk menampilkan sesuatu yang belum atau jarang dibicarakan sebelumnya.

Pada akhirnya, film bertema lingkungan yang dibuatnya ingin menimbulkan kesadaran bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dari alam.

“Kita tidak bisa menguasai alam. Jadi, harus bekerja sama dengan memberikan yang terbaik untuk alam,” pungkasnya.