Tumpahan Minyak Ancam Laut Merah, Apa Bahaya yang Akan Terjadi?

By Gita Laras Widyaningrum, Senin, 20 Juli 2020 | 18:47 WIB
Kapal FSO Saver dilihat dari gambar satelit. (Maxar Technologies)

Nationalgeographic.co.id – ‘Bom waktu’ sedang mengancam lingkungan Laut Merah. UN Environment Programme (UNEP) mengingatkan bahwa kapal tanker di pesisir Laut Merah dekat Yaman yang ditinggalkan begitu saja, menyimpan ancaman kebocoran satu juta barel minyak. Menurut mereka, itu akan memicu “bencana lingkungan, ekonomi dan kemanusiaan”.

FSO Safer, kapal pengiriman yang berisi 1.148 juta barel minyak mentah telah terdampar di terminal Rass Issa lebih dari lima tahun sejak pecahnya perang saudara di Yaman.

Setelah ditinggalkan pada 2015, kapal ini telah mengalami beberapa masalah struktural dan menjadi perhatian khusus orang-orang Yaman dan sekitarnya.

Baca Juga: Saya Pilih Bumi: Mengapa COVID-19 Sangat Berdampak Bagi Lingkungan?

Kekhawatiran semakin tinggi karena pada Mei 2020, air laut mulai memasuki ruang mesin kapal. Itu dapat mengacaukan sistem dan menumpahkan seluruh muatan ke perairan sekitarnya.

Hasil terburuknya, kapal tanker lapuk ini berpotensi menumpahkan empat kali lipat minyak lebih banyak dari bencana Exxon Valdez pada 1989.

“Waktu kita tidak banyak untuk mencegah bencana ini,” ungkap Inger Andersen, kepala UN Environment Program (UNEP).

“Pencegahan krisis adalah satu-satunya pilihan,” imbuhnya.

Para ahli independen menyatakan, jika tumpahan besar terjadi antara Juli hingga September, itu akan berpengaruh 100% pada sektor perikanan Yaman. Tumpahan minyak akan menjadi bencana besar bagi kehidupan laut dan ekosistemnya selama bertahun-tahun.

Holm Akhdar, kelompok peduli lingkungan Yaman, memperkirakan bahwa Laut Merah dan penghuninya tidak akan pulih setidaknya selama 30 tahun. Ini sangat mencemaskan karena Laut Merah merupakan rumah bagi para spesies langka seperti lumba-lumba, dugong, pari, burung laut, hiu, dan 300 terumbu karang.

Tidak hanya habitat laut, tumpahan minyak ini juga akan menimbulkan penderitaan bagi manusia. Saat ini, Yaman sedang dalam puncak perang saudara yang brutal. Setelah konflik selama lima tahun, negara Arab ini menghadapi krisis kemanusiaan parah—diperkirakan 360 ribu anak-anak kelaparan dan kurang gizi.

Jika tumpahan minyak terjadi, peristiwa tersebut akan menambah tekanan pada 28 juta orang yang bergantung pada Laut Merah untuk kelangsungan hidupnya.

Belum lagi dampak ekonominya. Tumpahan minyak dapat menyebabkan penutupan pelabuhan Al Hodeidah selama enam bulan—menghasilkan kenaikan bahan bakar hingga 200% dan membuat hargapangan di Yaman menjadi berlipat ganda.

Baca Juga: Aksi Pembersihan Laut Terbesar Berhasil Kumpulkan 100 Ton Sampah Plastik 

Mengingat kondisi yang sedang terjadi di wilayah tersebut, mencegah tumpahan minyak ini bukan hal mudah. Pasalnya, kapal FSO Safer berada di wilayah yang sudah dikuasai pemberontak Houthi sejak dimulainya perang saudara.

Dilansir dari Reuters, pemimpin Houthi mengatakan mereka akan mengizinkan pihak UNEP untuk melakukan misi penyelamatan yang melibatkan pemeriksaan dan perbaikan teknis kapal. Namun, hingga kini belum diketahui bagaimana langkah selanjutnya.