Pentingnya pengelolaan isu
Beberapa informasi dan berita mengenai perbankan beberapa bulan ini nampaknya telah menjadi gejolak dalam perbankan.
Kegagalan manajemen perusahaan asuransi besar berdampak juga terhadap sistem perbankan seperti kasus Jiwasraya. Berita mengenai bermasalahnya tujuh bank dan potensi meningkatnya kredit macet pada masa pandemi COVID-19 merupakan isu-isu negatif yang akan menurunkan kepercayaan terhadap industri perbankan.
Lamanya penanganan kasus Bank Bukopin juga akan menurunkan tingkat kepercayaan terhadap perbankan Indonesia.
Bank Bukopin dan bank-bank lainnya yang bermasalah tidak termasuk bank besar karena modalnya yang berjumlah di bawah Rp 30 triliun, namun demikian penanganannya harus cepat dilakukan karena bank-bank tersebut mempunyai hubungan keuangan dengan bank-bank besar. Karena jika dibiarkan, bank-bank besar terseret dalam persoalan keuangan juga dan akhirnya akan berdampak sistemik.
Walaupun saat ini bank-bank besar yang menguasai pasar kredit dan dana pihak ketiga belum mengalami permasalahan yang sangat berarti, sehingga efek penularan belum berjalan, namun potensi risiko sistemik perbankan dapat saja terjadi, jika semakin banyak bank-bank kecil mendapatkan masalah.
Dalam perlambatan ekonomi saat ini potensi terjadinya peningkatan bank-bank bermasalah akan semakin besar.
Baca Juga: Populasi Penduduk di Bumi Akan Menurun, Kabar Baik atau Buruk?
Jika bank panic terjadi maka bank-bank akan kehilangan dana tunai dan mengakibatkan likuiditas bank tidak dapat mencukupi penarikan dana nasabah, sehingga bank akan dikategorikan bank bermasalah. Akhirnya bisa membuat bank-bank menjadi bankrut, seperti yang terjadi ketika pada krisis moneter 1997- 1998.
Oleh karena itu harus terbangun kepekaan dari semua pemangku kepentingan baik dari masyarakat, perbankan, maupun pemerintah akan krisis sehingga lembaga-lembaga keuangan yang berkaitan dengan stabilitas keuangan selayaknya bekerja dengan cepat.
Penulis: Yohanes Berchman Suhartoko, Dosen Program Studi S 1 Ekonomi Keuangan dan Perbankan dan Magister Ekonomi Terapan Unika Atma Jaya Jakarta, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.