Nationalgeograhic.co.id – Dua peneliti dari Curtin University berhasil menemukan dua meteorit dalam kurun waktu dua minggu di Dataran Nullarbor, Australia. Proses jatuhnya kedua meteorit ini terlihat oleh The Desert Fireball Network (DFN), jaringan kamera yang digunakan untuk mengamati bintang jatuh dan memprediksi di mana meteorit akan mendarat di Australia.
Tim DFN biasanya memulai pencarian di bulan Maret, tapi tertunda akibat COVID-19. Saat kebijakan karantina wilayah dilonggarkan, mereka pun mengamati jatuhnya meteorit di selatan Eyre Highway dekat Madura.
Baca Juga: Teleskop Hubble Berhasil Tangkap Gambar Saturnus dengan Lebih Detail
Astronom Dr. Hadrien Devillepoix dan ahli geologi planet, Dr. Anthony Lagain, awalnya melakukan misi pengintaian untuk menilai situs jatuhnya meteorit terbaru di dekat Madura dan mengambil gambar dari daerah tersebut menggunakan drone.
Namun, saat berjalan kembali ke mobil, Dr. Devillepoix mengatakan bahwa ada meteorit yang tergeletak di tanah di depan mata mereka.
“Saya berpikir Anthony memberikan lelucon kepada saya dengan meletakkan meteorit palsu. Namun, setelah melihat lebih dekat, itu merupakan bukti nyata yang seukuran kepalan tangan. Batu dengan berat 1,1 kilometer tersbeut merupakan meteorit yang kami cari,” papar Dr. Devillepoix.
Dr. Devillepoix menjelaskan bahwa meskipun batu itu sangat dekat dengan posisi pencarian, tapi tim tidak menyangka dapat menemukannya secepat itu.
"Sebagian besar meteorit mengandung besi metalik, jauh lebih banyak dari batuan Bumi. Inilah sebabnya mengapa meteorit biasanya menarik magnet, atau membuat kompas tidak bekerja dengan baik," kata Dr. Devillepoix.
"Namun, meteorit yang kami temukan tidak mengganggu jarum kompas. Ini benar-benar menarik. Langkah selanjutnya adalah mencari tahu mengapa ini terjadi dan apa yang membuat meteorit ini sangat berbeda dengan yang diketahui sebelumnya,” imbuhnya.
Tidak hanya dapat menghitung lokasi pendaratan, kamera yang digunakan peneliti juga daoat mengetahui dari mana meteorit berasal. "Meteorit berada pada orbit Aten. Artinya, sebelum jatuh ke Bumi, meteorit menghabiskan sebagian besar waktunya di tata surya terdalam, antara Venus dan Bumi," jelas Dr. Devillepoix.
"Jenis orbit ini tidak biasa karena sebagian besar meteorit berasal dari sabuk asteroid antara Mars dan Jupiter,” katanya.
Dua minggu kemudian, Dr. Martin Towner, ketua operasional tim, memimpin enam orang untuk mencari meteorit di situs jatuhnya meteorit pada November 2019 lalu, tepatnya di barat daya bandara Forrest, Nullarbor, Australia.
Baca Juga: Setelah 600 Ribu Tahun, Manusia Akan Kembalikan Batuan ke Planet Mars
Setelah melakukan pencarian selama empat jam, mereka menemukan meteorit seberat 300 gram sebelumnya dilihat DFN pada 18 November 2019 malam.
Meteroit tersebut berasal dari orbit yang berbeda, menunjuk ke bagian tengah sabuk asteroid utama. Saat ini, tim peneliti sedang bekerja untuk mengungkap rahasia apa yang dimiliki oleh kedua batu itu.
Para peneliti dapat mempelajari lebih lanjut tentang meteorit di Bumi dengan menganalisis data yang dikumpulkan oleh kamera DFN. Kamera ini secara berkelanjutan mengambil gambar langit di malam hari. Ketika lebih dari satu stasiun kamera mendeteksi adanya bola api, para peneliti akan diberitahu. Mereka pun menganalisis data, mempelajari lebih lanjut tentang bola ai tersebut, dan berusaha menemukannya.