Bank Sampah Berperan dalam Menangani Masalah Sampah Plastik, Bagaimana Memaksimalkannya?

By Gita Laras Widyaningrum, Minggu, 23 Agustus 2020 | 09:00 WIB
Tempat pembuangan sampah. (vchal/Getty Images/iStockphoto)

“Saya senang kalau misalnya peran-peran yang terkait semuanya bergerak karena hasilnya terlihat. Mungkin kita bisa menyelesaikan masalah sampah lokal, terutama untuk kertas dan plastik,” ungkapnya.

Tumpukan sampah yang akan didaur ulang (Bayu Dwi Mardana)

Dari sisi industri, Unilever Indonesia juga berkomitmen untuk mengembangkan dan memberdayakan Bank Sampah di Indonesia. Percaya akan potensi dan manfaat Bank Sampah yang begitu besar, sejak 2008 Unilever Indonesia Foundation mulai mengenalkan program Bank Sampah berbasis komunitas. Hingga saat ini Unilever telah mendukung lebih dari 3.800 unit bank sampah dan telah mengurangi hampir sebanyak 12.500 ton sampah non-organik di tahun 2019.

Senada dengan yang dilakukan pemerintah, untuk semakin mengembangkan Bank Sampah, Unilever Indonesia juga mengedepankan digitalisasi. Maya Tamimi, Head of Sustainability & Environment Unilever Indonesia, mengatakan bahwa mereka telah berkolaborasi dengan Google My Bussiness agar calon nasabah dapat menemukan Bank Sampah di sekitarnya dengan lebih mudah.

()

Saat ini, hampir 300 Bank Sampah binaan Unilever Indonesia telah tergabung dalam aplikasi digital sehingga informasi keberadaan Bank Sampah dapat diakses oleh masyarakat luas dan meningkatkan minat dan partisipasi masyarakat terhadap program Bank Sampah.

“Kami berusaha melibatkan masyarakat agar mau berpartisipasi dalam proses daur ulang sampah, menyemangati mereka supaya memilah sampahnya sendiri di rumah. Dengan adanya digitalisasi ini, kami juga meningkatkan visibility dari Bank Sampah agar bisa menggaet lebih banyak nasabah sehingga kami bisa membantu meningkatkan laju daur ulang sampah plastik,” papar Maya.

Untuk mengetahui Bank Sampah terdekat dari rumah, Anda bisa langsung melihatnya melalui situs unilever.co.id atau melalui Google Maps. Anda akan menemukan beberapa Bank Sampah yang sudah terdaftar dalam Google My Bussiness.

“Kalau misalkan udah memilah sampah, tapi bingung mau dibawa ke mana atau takut tercampur lagi jika diberikan ke tukang sampah, silakan dibawa ke unit Bank Sampah terdekat yang sudah tercantum di situs Unilever atau Google Maps,” imbuh Maya.

Baca Juga: Pengelolaan Sampah di Indonesia Masih Buruk, Perlu Kolaborasi dan Revolusi

Manfaat digitalisasi Bank Sampah ini diakui oleh Dila Hadju, ibu rumah tangga sekaligus founder Tumbuh Hijau Urban. Dila yang dalam kesehariannya sudah memilah sampah dari organik kertas, anorganik plastik, anorganik beling dan alumnium, dulu sering kesulitan untuk menemukan Bank Sampah. Ia perlu bertanya ke banyak orang di sekitar rumahnya atau mengunjungi lokasinya satu per satu untuk memastikan. Namun kini, dengan digitalisasi, ia bisa mengecek lokasi dan mengetahui informasinya hanya melalui internet.

“Dengan adanya peta lokasi Bank Sampah ini bisa langsung ke sana, jadi sangat terbantu. Selalin itu, terkadang tidak hanya sekadar menyerahkan sampah, kita juga dihubungkan dengan komunitas atau program ramah lingkungan lainnya,” kata Dila.

Ini sangat sesuai dengan misi keberlanjutan yang diterapkan Dila. Ia menggarisbawahi keberlanjutan yang meliputi tiga aspek: lingkungan, sosial budaya masyarakat dan ekonomi. Meski Bank Sampah masih perlu peningkatan, tapi menurutnya, itu sangat berperan dalam piramida keberlanjutan tadi.

“Dengan memilah sampah dan mengirimnya ke Bank Sampah, artinya kita sudah memperhatikan lingkungan kita. Ketika kita sudah peduli dengan kondisi lingkungan dan berusaha memperbaikinya, maka itu akan mendukung masyarakat yang sehat. Dan masyarakat yang sehat pada akhirnya akan memperbaiki ekonomi,” pungkas Dila.