Satu cerita yang akan menyingkap teka-teki di Sulawesi Selatan. Bentang alam Danau Matano di Kabupaten Luwu begitu beragam—dataran, tebing batu nan terjal, perbukitan, dan pegunungan. Apa yang sesungguhnya terjadi di bumi dan peradabannya silam?
Dari aspek geologi, kawasan Danau Matano merupakan danau tektonik purba yang menjadi danau terdalam di Asia Tenggara—hampir 600 meter!. Danau ini juga termasuk ke dalam Sistem Danau Malili, yang memiliki jalur gempa bumi aktif Sesar Matano. Panjang patahan ini sekitar 170 kilometer yang membentang dari arah barat laut ke tenggara. Seluruh kawasan Luwu Timur nyaris memiliki jalur sesar yang berpotensi gempa. Akhir Juli silam, aktivitas gempa di kawasan ini kembali meningkat.
Baca Juga: Arkeolog: Di Masa Kerajaan Klasik, Pria dan Wanita Berkedudukan Setara
Reza Permadi, Ketua Forum Geosaintis Muda Indonesia, akan memaparkan raut sejati sesar aktif Matano. Dia juga akan berkisah sepanjang penelitiannya di Danau Matano tentang aspek geologi yang berkelindan dengan kearifan warga di sana. Mungkinkah kekayaan geologi Matano menjadi peluang geowisata di Indonesia, khususnya wisata minat khusus.
Sementara itu dari aspek arkeologi, kawasan danau ini diduga merupakan situs awal peradaban besi di Asia Tenggara. Para ahli arkeologi menemukan jejak-jejak kampung yang diduga tenggelam di dasar Danau Matano. Ribuan temuan arkeologi berupa tembikar, serpih, tulang, arang, logam, dan sederet artefak lainnya yang tersebar di kedalaman 3 hingga 15 meter.
Baca Juga: Homo Erectus Bumiayu, Temuan Arkeologi Manusia Purba Tertua di Jawa
Di daratan tepian danau, mereka juga menemukan dugaan jejak kampung pandai besi. Tim peneliti menjumpai cairan besi yang tersisa di tanah yang telah membuat tanah itu mengeras dan tajam. Mereka menengarai bahwa kegiatan penambangan dan pengolahan besi di Matano sudah bermula sejak awal masehi sampai akhir abad ke-17.
Besi Matano termahsyur sebagai besi yang berkualitas tinggi. Kerajaan Majapahit pernah menggunakan persenjataan besi dari Luwu sebagai alat perang mereka. Apakah ini berkait dengan catatan Nagarakertagama pupuh 14 yang mengungkapkan, “Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk”?
Baca Juga: Kerangka yang Ditemukan di NTT Ungkap Bukti Campuran Ras Sejak 2.000 Tahun Lalu