Temuan Ahli Geologi dan Arkeologi tentang Peradaban Besi Danau Matano

By Fikri Muhammad, Selasa, 29 September 2020 | 20:54 WIB
Danau Matano di Sulawesi Selatan terbentuk oleh sesar yang terus bergerak hingga kini. Danau terdalam di Asia Tenggara ini menyimpan misteri peradaban besinya. (Tantyo Bangun)

Nationalgeographic.co.id - "Apa yang terjadi pada masa itu? dan tragedi pada masa lalu?" Bertanya Mahandis Yoanata Thamrin tentang jejak tragedi Danau Matano. Mengapa danau itu lekat dengan peradaban besi. Bahkan, sejarawan mengaitkannya dengan Majapahit.

Danau Matano merupakan danau terdalam di Asia Tenggara. Kedalamannya mencapai 590 meter. Tim ahli geologi mengungkap batuan ophiolite yang mengandung banyak besi dan mengalami pelapukan di kawasan ini, demikian ungkap Reza Permadi, Ketua Forum Geosaintis Muda Indonesia. Sekarang, besi atau nikel yang di sekitar Danau Matano menjadi bahan campuran untuk rumah tangga dan otomotif.

Baca Juga: Teknologi Ini Hasilkan Bahan Bakar Ramah Lingkungan dengan Fotosintesis Buatan

Danau Matano terbentuk dari aktivitas tektonik. Kawasan itu terbentuk atas beberapa segmen, yakni segmen Ballawai, Matano, Kuleana, Pamsoa, Lontoa, Geresa, dan Pewusai. Hal itu juga menyebabkan mengapa Danau Matano sering terjadi gempa. 

"Inilah bukti sesarnya masih aktif. Lempengnya saling bergerak dan membentuk sebuah danau. Baru-baru ini sering terjadi gempa di segmen Matano dan Pamsoa," kata Reza Permadi, di acara Bincang Redaksi National Geographic Indonesia ke-17.

Saat pemetaan lapangan, menurut Reza, seorang geolog terbantu oleh cerita rakyat. Salah satunya cerita Putri Loeha dan Payung Saktinya. Berkisah tentang lenyapnya kampung Pontada. Jika dikaitkan dengan kondisi geologi, lenyapnya kampung tersebut adalah akibat dari aktifitas gempa.

"Cerita ini mendukung interpretasi kami kalau Danau Matano sesarnya aktif dan dahulu kala ada kehidupan di sana," katanya.

Sebagai geolog, Reza ingin sekali mendorong Danau Matano sebagai warisan geologi yang bisa dilindungi dan menjadi taman bumi. Beberapa temuan yang belum banyak diketahui banyak orang bahkan bisa menjadi objek wisata menurutnya. 

Jika dirunutkan, warisan geologi itu tersebar di beberapa tempat. Seperti Pantai Ide, Goa Tengkorak, Pulau Ampat, Mata air bura-bura, Segmen Matano, Bukit Butoh, dan Air Terjun Mata Buntu.

Kami, juga mendorong Danau Matano memiliki warisan Geologi yang bisa dilindungi dan menjadi taman bumi. Beberapa temuan yang belum menjadi wisata. Ada tujuh situs geologi yang bisa dicanangkan menjadi warisan geologi. Pantai Ide, Goa Tengkorak, Pulau Ampat, Mata air bura-bura, Segmen Matano, Bukit Butoh, Air Terjun Mata Buntu.

Danau jelita berbungkus kelambu misteri. Cagar Alam Faruhumpenai telah memasok debit air di Danau Matano. Air dari danau ini mengalir ke Danau Mahalona dan Danau Towuti. Keduanya masih satu sistem dengan Danau Matano, yang disebut Sistem Danau Malili. (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional)

Kampung yang tenggelam menjadi situs arkeologi bawah air. Kajian daratan tenggelam yang disebabkan naiknya permukaan air disebut sebagai Submerged Landscape Archaeology. Berbeda dengan penelitian arkeologi bawah air biasanya. Danau Matano memiliki air yang jernih sehingga artefak yang tersebar dapat dilihat secara jelas.

Shinatria Adhityatama, Arkeolog Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, berkata, "Danau Matano visibility-nya sangat bagus. Airnya sangat jernih sampai ke artefak yang tersebar di pedalaman danau," katanya.

Mengapa Danau Matano menarik penelitian arkeologi? awal masa logam lah alasanya. Banyak hipotesis dari peneliti terdahulu bahwa kita bisa membangung monumental karena menemukan peralatan yang bisa membangun peradaban. Salah satunya adalah besi yang memiliki kualitas dan kekerasan tertentu.

"Kita menemukan banyak clue di La Galigo dan Negarakertagama bahwa daerah Luwu atau Danau Matano menghasilkan besi yang kualitasnya baik. Komoditas ini cukup langka di Nusantara pada masa lalu," kata Reza.

Survei pada 2016 dan 2018 menghasilkan temuan lima situs arkeologi bawah air seperti di Pulau Ampat, Pontada, Sebengkuro, Onetengka, dan Sukoiyo.

Rata-rata kedalamanya 3-15 meter dari permukaan danau. Kebanyakan temuan berupa tembikar, serpih, tulang, arang, logam, dan fragmen yang tersebar. Gambaranya seperti lapangan luas di dasar danau. 

Seorang peneliti menemukan remah tembikar di dasar Danau Matano. Dari corak tembikar, tampaknya peradaban Matano telah memiliki teknologi tinggi untuk mengekspresikan citarasa seninya. (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional)

Penelitian memungkinkan bahwa penduduk yang dahulu berada di Situs Sebengkuro letaknya tidak jauh dari danau. Banyak ditemukan tinggalan tembikar dengan priuk dan kakinya di sana. 

Situs Sebengkuro ()

Pada Situs Onetengka atau para peneliti penyebutnya dengan tanah yang terangkat ditemukan,  perahu dengan log pohon dengan panjang 7 m lebar 37 cm. "Teknologi ini cukup tua," kata Shinatria. Walaupun sampai saat ini, belum ada penelitian lanjut untuk pertanggalan dan spesies kayunya. Perahu ini masih digunakan sampai masa kolonial. Ditemukan kurang lebih di kedalaman 9 meter. 

Penemuan Perahu di Situs Onetengka Danau Matano ()

Kemudian, ada Situs Sukoiyo, yang dikenal sebagai situs kampung tua menurut masyarakat dan tetua di Danau Matano. Pecahan tembikar dan gigi binatang banyak ditemukan di sana. Juga ada priuk yang berisi arang dengan kerak besi dengan kedalaman 20 meter. Para peneliti mengungkap, itu kemungkinan merupakan hasil peleburan di zaman besi lalu.

Penemuan-Penemuan di Situs Sukoiyo. ()

Cukup terkenal karena aksesibilitasnya mudah, Situs Ampat, memiliki tembikar pada suatu area yang padat di dasarnya. Selain itu, ada juga arang dan tulang binatang yang menyebar hampir tiap dasarnya. Namun, di sana minim artefak besi karena banyak yang diperjual belikan. Hanya ada artefak besi sepanjang 1-1,5 m yang tersisa di sana.

Penemuan di Situs Ampat Danau Matano ()

Di Situs Pontada, masih berkaitan dengan kisah rakyat yang sebelumnya disebutkan oleh Reza Permadi, kata Shinatria. Namun yang tak kalah menarik bahwa ada juga cerita ritual penyembelihan. "Saya juga mendengar dulu ada ritual penyembelihan yang salah. lalu terjadi tsunami." Walaupun belum pasti apa yang menyebabkan kampung itu tenggelam, apakah tsunami atau air yang naik, namun di sana ada temuan luar biasa. "Tembikarnya semua menyebar dan sisa sia tiang rumah. aktivitas sehari hari yang menarik untuk kita kaji." kata Shinatria.

Temuan tiang bangunan yang terbenam air danau turut menerbitkan dugaan awal bahwasa dahulu kawasan itu merupakan industri. Tim peneliti juga menemukan kerak besi dan kapak corong.

Temuan-temuan tembikar banyak ditemukan di Danau Matano. Karena tembikar masih digunakan sejak zaman neolotik. "Tembikar ini everlasting. kalau kita lihat peralatan yang dhasilkan terkait tembikar untuk kehidupan sehari hari dan peleburan besi," ucap Shinatria.

"Temuan di Danau Matano mengenai besi itu menggugurkan pandangan bangsa indonesia yang mengimpor logam sejak dahulu," kata Tri Wurjani, Ketua Tim Penelitian Danau Matano dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. 

Penemuan di Situs Pontada Danau Matano ()

Tri menambahkan, kaitanya dengan tembikar, selain menjadi kebutuhan sehari-hari, tembikar juga berfungsi sebagai tempat peleburan logam. "Peran tembikar itu memang konteks dengan tungku peleburan besi. kita temukan lelehan besi yang ujungnya itu menempel lelehan logam. setelah kita menganalisis ternyata itu juga wadahnya tebal dan besar. dengan berbagai macam priuk," tambahnya.

Sukmandaru Prihatmoko, Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia, menjelaskan kembali bahwa batuan-batuan ophiolite adalah sekuens atai batuan yang diebntuk langsung dari mantel bumi. Ia biasanya muncul di zona pemekaran lempeng tektonik. Batuan-batuan yang sekarang menggunung itu juga adalah bagian dari aktivitas pergerakan lempeng.

"Bagaimana batuan yang di dasar laut menjadi permukaan bahkan jadi gunung? Karena pergerakan lempeng," ujar Sukmandaru. "Yang tadinya di laut kemudian didorong. Kita tahu Indonesia ada di pertemuan tiga lempeng besar, yang paling ribut ada di Indonesia ini."