Juan Pujol, Mata-mata yang Memalsukan Kematiannya Selama 36 Tahun

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 1 September 2020 | 10:40 WIB
Juan Pujol, agen ganda yang memalsukan kematiannya setelah Perang Dunia II. (The National Archives UK)

Nationalgeographic.co.id - Setelah Perang Dunia II, mata-mata MI5 bernama Juan Pujol Garcia, pernah memanipulasi kematiannya. Ia menjaga rahasianya selama hampir empat dekade.

Pujol merupakan mantan pejuang Perang Saudara Spanyol yang sangat membenci totaliterisme–baik yang dipimpin Francisco Franco di Spanyol, maupun Adolf Hitler di Jerman.

Ketika Inggris berperang dengan Jerman pada 1939, Pujol bertekad untuk bergabung dengan Inggris sebagai mata-mata dan melawan Jerman. Namun, karena tidak memiliki koneksi sama sekali dengan Inggris, ia pun ditolak. Meski begitu, Pujol tidak menyerah. Ia menjalankan rencana lain untuk membantu Inggris dalam perang.  

Baca Juga: Hashshashin, Pembunuh Terampil Sekte Muslim Rahasia Persia dan Suriah

Berpura-pura sebagai pejabat Spanyol yang sedang bertugas di London, Pujol membuat kontak dengan anggota Nazi di Madrid. Dia mengatakan tertarik mengintai Inggris dan memberikan informasi kepada Jeman.

Setelah itu, Pujol rajin menyerahkan berita palsu kepada Nazi. Mereka pun terkecoh, benar-benar mengira informasi tersebut dikirim dari London. Secara tidak langsung, Pujol menjadi agen ganda ‘ilegal’. Aksinya ini bahkan tidak diketahui oleh Inggris.

Stephan Talty, pengarang buku Agent Garbo: The Brilliant, Eccentric Secret Agent Who Tricked Hitler and Saved D-Day mengatakan, meskipun Pujol mengirim laporan palsu kepada Jerman, namun dia banyak menggunakan informasi faktual untuk membuatnya tampak resmi.

“Ia benar-benar mengumpulkan fakta dari ensiklopedia berbeda. Juga dari iklan dan lembaran pengumuman yang dilihat di jalan. Pujol memang amatir, namun ia bekerja keras dalam membuat portofolio agar diterima Inggris,” paparnya.

Pada 1942, Pujol kembali mendekati pemerintahan Inggris. Ia menjelaskan perannya sebagai agen ganda dengan menunjukkan laporan-laporan palsu yang telah dibuat untuk Jerman.

Tanpa sepengetahuan Pujol, pemerintah Inggris sudah menyadari ada agen rahasia yang mengirimkan informasi palsu ke Jerman dari Portugal dan Spanyol. Namun, Inggris tidak pernah tahu siapa orangnya. Ketika Pujol mengungkapkan identitasnya, mereka langsung membawanya ke London untuk bekerja dengan MI5 (badan intelijen rahasia Inggris).

Di lain sisi, Nazi masih berpikir bahwa Pujol merupakan mata-mata penting selama perang. Mereka tidak pernah mengetahui bahwa Pujol adalah agen ganda -- meskipun beberapa informasi yang diberikannya terkadang salah.  

“Saya rasa, Jerman tidak pernah berpikir ada seseorang yang bisa memalsukan banyak informasi. Mereka juga takut kehilangan agen terbaik dan jaringannya apabila memberhentikan Pujol,” kata Talty.

Kepada Jerman, Pujol mengatakan, ia memiliki 27 bawahan yang siap memberikan laporan terbaru.

Salah satu tipuan Pujol yang terkenal adalah ketika ia mengatakan bahwa rencana invasi Normandia adalah berita palsu -- padahal, itu benar adanya. Karena informasi dari Pujol itu, Nazi tidak mempersiapkan diri untuk serangan dan sekutu berhasil melancarkan D-Day.

Pascaperang

Setelah perang berakhir pada 1945, Pujol lanjut bekerja di MI5. Ia menyelidiki apakah Jerman berencana untuk membangkitkan Reich Keempat. Dan ketika tugasnya selesai, Pujol berencana keluar dari Eropa untuk mengalihkan pikirannya dari kekejaman perang. Ia memilih Venezuela.

Namun, karena banyak mantan anggota Nazi yang juga memilih Venezuela sebagai tempat pelarian, Pujol berpikir, akan lebih aman jika orang-orang menganggapnya sudah mati.

Pujol dalam penyamaran. Ia menumbuhkan jenggotnya dan memakai kacamata. (First Run Features)

Pada 1948, Pujol menghubungi Tommy Harris, penanggung jawabnya di MI5. Mantan agen ganda tersebut meminta Harris mengumumkan ke semua orang bahwa ia meninggal di Angola akibat malaria. Harris kemudian menyebarkan berita ini ke seluruh organisasi. Setahun kemudian, duta besar Inggris pun melaporkan kematian Pujol ke negara asalnya, Spanyol.

Sementara itu, di Venezuela, Pujol menumbuhkan jenggot dan mengenakan kacamata agar tampak berbeda.

Ia menjaga rahasia kematiannya hingga tahun 1980. Saat itu, Nigel West, penulis Inggris, menyelidiki kehidupan Pujol dan memiliki teori bahwa ia tidak pernah mati. West lalu melacak keberadaan Pujol dan menemukan kebenarannya.

Baca Juga: Misteri Segitiga Bermuda: Ketika Kapal Terbesar AS Hilang Tanpa Jejak

Menurut Talty, Pujol tidak bermaksud memanipulasi kematiannya selama itu. Ia bisa saja mengungkapkan kebenaran pada 1960an, ketika situasi sudah aman, dan Nazi tidak akan bisa membahayakannya lagi. Namun, karena malu akan kariernya yang redup di Venezuela, Pujol memtuskan untuk tetap bersembunyi dari dunia.

“Jika membaca sejarah spionase, Anda pasti mengetahui ada begitu banyak agen ganda yang terjebak karena uang. Namun, itu tidak terjadi pada Pujol. Ia merupakan agen ganda yang idealis, dan itu sangat langka. Pujol melakukan semuanya karena idealisme yang ia miliki,” jelas Talty.

Pujol benar-benar meninggalkan dunia ini pada 1988.