Chef Michael: Gastronomi Labuan Bajo Adalah Pertemuan Bangsa-Bangsa

By Fikri Muhammad, Jumat, 25 September 2020 | 15:22 WIB
Chef Michael sedang mepresentasikan olahan masakan sei di atas kapal phinisi, perairan Taman Nasional Komodo (Fikri Muhammad)

Nationalgeographic.co.id—Gastronomi tidak hanya berbicara tentang makanan namun bagaimana makanan itu bisa memengaruhi pikiran dan badan, kata Michael Irawan Wahyu Agung, atau biasa disapa Chef Michael. 

Ia menambahkan, "Gastronomi itu tidak melulu tentang sesuatu yang bisa di makan. Tetapi sesuaty yang bisa mentransformasikan anda untuk memiliki hidup yang lebih berkualitas," katanya pada National Geographic Indonesia di atas kapal pinisi, perairan Taman Nasional Komodo (12/09/2020).

Kualitas yang dimaksud Michael adalah segala makanan mengandung berbagai zat yang mendorong sifat seseorang.Seperti protein, menurutnya orang yang lebih banyak mengonsumsi protein hewani mempunyai sifat dinamik. Makanan adalah bensin bagi manusia. 

Baca Juga: Ketika Pembangunan dan Pelestarian Berimpit di Taman Nirwana Sang Naga

Berbicara gastronomi di Labuan Bajo, Michael berpendapat bahwa di sana adalah pertemuan makanan bangsa bangsa. 

"Di sini ada orang Bajo, Bugis, Makasar, Bima, Lombok, Manggarai, dan lainya. Makanan yang ada di Bajo menurut saya mampu merangkum suku-suku yang ada di sini," katanya.

Salah satu andalan makanan olahan yang mencapuri lidah yang beragam itu adalah ikan kuah asam. Walaupun datangnya dari Makassar, rasanya sendiri disesuaikan oleh kebutuhan orang Bajo. Sementara, lidah orang bajo cenderung lekat dengan rasa pedas, asam, dan asin.

Michael Irawan Wahyu Agung atau Chef Michael di atas kapal pinisi perairan Taman Nasional Komodo (Fikri Muhammad)

Michael berujar bahwa Bajo tidak hanya terkenal dengan makanan lautnya. Ada juga komoditas lain yang menjadi unggulan seperti kopi dan kemiri. Ada juga olah makanan sei yang bisa menjadi unggulan. Walaupun anomali, memproses makanan yang bisa diawetkan di cuaca yang serba berkecukupan.

Ragam makanan Bajo menurut Michael masih belum terlalu banyak akrena letak geografisnya berada di sisi timur garis Wallace. Vegetasi yang sifatnya aromatik tidak tumbuh di sana karena tidak ada pohon peneduhya. Berbeda dengan Jawa, Sumatra, dan Bali yang kaya dengan aromatiknya.

Untuk para wisatawan asing, Michael percaya bahwa mereka tidak bisa begitu saja menerima rasa pedas di makanan-makanan Indonesia. Karena itu, sebelum makanan otentik dihidangkan ia akan menjelaskan tingkat kepedasan dari makanan tersebut. Jika tidak sesuai maka tingkat kepedasanya akan disesuaikan dengan lidah mereka.

"Saya memberikan pilihan otentik atau serapan. Kalau otentik saya sampaikan makanan ini akan pedas. Dan level pedasnya ini bisa disampaikan. Sebegini pedas makanan kita," ucap Michael.