Mamalia yang Dikurung di Kebun Binatang dan Akuarium Alami Kerusakan Otak

By National Geographic Indonesia, Kamis, 1 Oktober 2020 | 12:53 WIB
Bayi gajah di kebun binatang Thailand mati setelah melakukan atraksi. (Moving Animals via nypost.com)

Olahraga meningkatkan produksi koneksi baru dan meningkatkan kemampuan kognitif.

Di habitat alami, binatang-binatang ini harus bergerak untuk bertahan hidup, menempuh jarak yang jauh untuk mencari makan, atau menemukan pasangan.

Gajah biasanya bergerak sejauh sekitar 24 kilometer (km) hingga 190 km per hari. Di kebun binatang, jarak yang mereka tempuh hanya sekitar 5 km per hari secara rata-rata, seringkali berjalan bolak-balik di kandang yang kecil.

Seekor orca bebas yang dipelajari di Kanada dapat menempuh jarak hingga 250 km per hari; sementara itu, rata-rata akuarium orca luasnya hampir 10.000 kali lebih kecil dibandingkan tempat tinggal alaminya.

Mengganggu reaksi kimia otak dan membunuh banyak sel

Tinggal di kandang yang sempit atau tidak memungkinkan perilaku normal mengakibatkan terjadinya frustasi kronis dan kebosanan.

Di alam liar, sistem yang merespons stres pada binatang membantu mereka untuk kabur dari bahaya.

Namun, kurungan menjebak binatang-binatang menjadi hampir tidak dapat memegang kendali sama sekali akan lingkungan mereka sendiri.

Situasi seperti ini menumbuhkan perilaku ketidakberdayaan, dan secara negatif mempengaruhi hipokampus - yang mengontrol fungsi memori, dan amigdala - yang memproses emosi.

Stres yang berkepanjangan menaikkan hormon stres dan merusak, bahkan membunuh neuron pada kedua bagian otak.

Hal ini juga mengganggu keseimbangan serotonin yang sensitif, neurotransmitter yang menstabilkan mood, dan fungsi-fungsi lainnya.

Pada manusia, kekurangan asupan bisa memicu masalah psikiatrik, kegelisahan, gangguan mood atau post-traumatic stress disorder (PTSD).

Gajah, orca, dan binatang lainnya dengan otak yang besar, cenderung bereaksi dengan cara yang mirip terhadap kehidupan di lingkungan yang memicu stres.