Burung Jalak dikenal setia. Ketika mereka menemukan pasangannya, mereka akan tetap terbang kesana-kemari berdua walaupun dalam satu penangkaran. Ini melambangkan kehidupan komunitas kolok yang hidup dalam satu desa pun akan selalu bersama.
Ibu Dayu menyebut, mengajarkan tarian kepada komunitas kolok cukup menantang. Sebab, ia sendiri tidak dapat berbahasa isyarat. Mereka belajar melalui kode gerakan tertentu dan melalui gadget.
“Walaupun mereka tidak bisa mendengar dan berbicara, tapi bermain ponsel mereka sudah biasa. Jadi, mereka belajar gerakan dari video yang aku kirimkan, biasanya lewat WhatsApp,” cerita Ibu Dayu seperti diceritakan oleh National Geographic Indonesia, (26/11/2018).
Durasi latihan pun tidak bisa dipastikan. Dalam satu kali pentas yang berdurasi sekitar 7-8 menit, waktu latihan yang dibutuhkan komunitas kolok bisa mencapai hingga 2 bulan.
Berjuang di tengah pandemi
Hadirnya pandemi Covid-19 tentu menjadi mimpi buruk bagi semua orang, termasuk para seniman tari di Desa Bengkala. Mereka yang terbiasa menggelar pagelaran tari untuk memikat wisatawan, terpaksa harus berhenti sementara.
Baca Juga: Mengunjungi Luang Prabang yang Kaya Akan Tradisi Keagamaan dan Budaya
Selain mematuhi imbauan pemerintah untuk tidak menggelar acara yang berpotensi mengundang kerumunan, hilangnya kehadiran wisatawan menjadikan pagelaran tari di Desa Bengkala tak punya penonton lagi.
Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali, total kunjungan domestik dan internasional ke Bali melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai periode 1 Januari – 12 Oktober 2020 hanya tercatat 5.123.707 orang. Sementara, pada tahun 2019, total kunjungan mencapai hingga 18.406.652 orang.
Kadek Daivi, salah satu penanggung jawab Komunitas Kolok Bengkala menyebut, kehadiran turis yang kian berkurang sejak pandemi memang memberi dampak pada aktivitas seni di Desa Bengkala.
“Dulu sebelum pandemi, banyak wisatawan asing yang dateng. Biasanya, pagelaran seni ya dapet aja job, gitu. Sebulan itu biasanya dapet aja (menampilkan) pagelaran tari, terutama Jalak Anguci itu,” ujar Kadek saat diwawancarai melalui telepon, Senin (23/11/2020).
Kadek selanjutnya menjelaskan, wisatawan yang datang biasanya berkelompok hingga 20 orang atau lebih, termasuk kelompok pelajar. Oleh karena itu, dampak dari berkurangnya wisatawan begitu dirasakan oleh para seniman kolok.