Baca Juga: 5 Aplikasi Gawai yang Cocok Digunakan Ketika Hendak Berlibur ke Luar Negeri
Namun, disamping adanya keterbatasan komunikasi, Ibu Dayu dan komunitas kolok berhasil menciptakan salah satu tarian bertajuk Tari Jalak Anguci. Tarian ini mengambil inspirasi dari burung Jalak yang merupakan ikon pulau Bali.
Tari Jalak Anguci ditarikan dua orang penari perempuan warga kolok dengan ciri khas busana pakaian yang menyerupai burung jalak. Gerakan tarian dibuat meniru burung Jalak yang selalu berdua, ceria, berkejar-kejaran tanpa menghiraukan burung-burung di sekitarnya.
Selain Jalak Anguci, terdapat pula ciptaan tari lainnya, yaitu Tari Baris Bebek Bingar Bengkala (Bebila). Tarian ini menggambarkan semangat dari masyarakat kolok yang tetap ceria melakoni apa saja yang ada dalam hidup mereka.
Tarian para penari kolok diiringi oleh pemusik yang bisa mendengar dan berbicara. Biasanya, terdiri dari 7 lelaki yang memegang alat musik yang berbeda-beda. Salah satunya adalah Wayan Rediaka, penabuh kendang yang mahir berbicara bahasa isyarat kolok.
“(Saya) bisa bahasa isyarat kolok, tapi kalau untuk mengiringi tarian ini, biasanya supaya tarian dan musik harmonis, antara penabuh dan penari itu kode-kodean. Antara penabuh mengangguk-angguk atau gerakan tangan, biar penari bisa lihat,” ujarnya, seperti diceritakan oleh National Geographic Indonesia, Senin (26/11/2018).
Baca Juga: Sulit Mengingat Suatu Kata Saat Berbicara? Mungkin Anda Mengalami Lethologica
Keterbatasan para seniman tari kolok tidak menjadikan mereka masyarakat yang rendah diri. Bahkan, mereka berhasil membawa eksistensi Tari Jalak Anguci hingga ke pulau Jawa.
Manfaatkan teknologi untuk pagelaran tari virtual
Pandemi yang melanda, menjadi mimpi buruk bagi para seniman kolok untuk terus menampilkan pagelaran tari mereka. Sebab, acara yang berpotensi mengundang kerumunan pun dilarang demi mencegah penularan virus corona.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Bali periode Juni 2020 menurun hingga 99,99 persen bila dibandingkan data Juni 2019. Tentu, hal ini berdampak pada pagelaran tari Desa Bengkala.
Kadek Daivi, salah satu penanggung jawab Komunitas Kolok Bengkala menyebut, pandemi ini menyebabkan para seniman tari kolok kehilangan kesempatan untuk melakukan aktivitas seni.