Pertempuran Megiddo, Metode dan Teknologi Pertama dalam Sejarah Perang

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 6 Desember 2020 | 09:48 WIB
Prasasti di kuil Karnak yang menggambarkan Thutmose III memerintahkan budak dari Kanaan. (Olaf Tausch / CC BY 3.0)

Pengalamannya di dunia militer tersebut melahirkan hal baru dalam merencanakan metode perperangan, yakni mengadakan pertemuan dewan perang yang diisi oleh para jenderal yang ditunjuknya. Pertemuan ini diadakan saat pasukan Mesir tersebut berkemah di Gaza untuk memutuskan melalui celah Aruna yang sempit untuk menuju Megiddo.

Hasil pertemuan dewan tersebut menurut ahli sejarah Mesir kuno, R.O Faulkner dalam tulisannya The Battle of Megiddo dari The Journal of Egyptian Archaeology, rombongan tersebut memutuskan untuk melalui jalur sempit Aruna yang mengharuskan mereka untuk berbaris dalam satu barisan. Akibatnya untuk sampai di Lembah Kina dekat Megiddo, para pasukan Mesir harus membongkar dan mengangkut kereta perang mereka satu per satu.

"Dengan mengambil jalan Aruna, dia tidak hanya memilih jalan terpendek ke tujuannya, tetapi juga keluar dari sayap kanan musuhnya (yang menunggu diujung rute lain)" tulis Faulkner.

Keesokan harinya pasukan Mesir muncul dari ujung celah Aruna dan terbelah menjadi dua sayap, sehingga koalisi Kanaan yang dipimpin Durusha terjepit.

Baca Juga: Ditemukan Bukti Manusia Telah Melakukan Kremasi Sejak 9.000 Tahun Lalu

"Sayap kirinya berada di dekat kota Megiddo, sementara sayap kanannya bertumpu di sebuah bukit di anak sungai Kina." terang Butler dkk.

Kedatangan pasukan Mesir ini tidak diduga oleh pasukan koalisi Kanaan, mengakibatkan para pangeran Kanaan panik dan tidak terkoordinir. Tentara Mesir pun mulai menyerang mereka dengan tembakan panah dari kereta-kereta perang yang menuruni bukit.

Pemandangan sekitar Tel Megiddo, Israel. (Itamar Grinberg/Israeli Ministry of Tourism)

Meskipun Durusha berhasil kabur, perang ini berhasil dimenangkan oleh Mesir setelah 7 bulan mengepung kota Megiddo. Pasukan Mesir juga mendirikan parit dan tembok tepat di sekeliling kota agar penduduk kota tak bisa keluar.

"Tuthmose III pantas bangga atas kemenangannya, dan banyak prasasti lainnya di masa kekuasaannya menceritakan kejadiannya," tulis Faulkner.

Setelah penaklukan tersebut, Thutmose III membaiat sumpah setia, menawan sebagian pemberontak, dan mengangkat gubernur baru di kawasan Kanaan.

"Sepanjang kampanye militer, Thutmose menganggap kejadian tersebut sebagai pertempuran pertamanya," tulis Butler. "Kemungkinan ia mengharapkan lebih banyak kampanye militer lagi."