Baca Juga: Labuan Bajo Tak Hanya Komodo, Ada Aroma Juria Mengguncang Dunia
Segelintir dari mereka tengah asyik berjemur dengan alas handuk. Sementara yang lainnya tenggelam dalam cengkerama. Tak jauh dari pantai, beberapa wisatawan mengapung di birunya air laut.
Saya berbincang dengan Carolina, pejalan asal Swedia, yang menikmati Rutong di siang bolong. “Tempat ini benar-benar luar biasa, bagus sekali. Ini surga,”ujar Carolina sambil tertawa lepas. “Saya senang sekali berada di sini. Di negara saya tidak ada tempat sebagus ini.”
Rupanya, ia mengetahui TWAL Tujuh Belas Pulau ini dari teman-teman senegaranya yang sudah terlebih dulu menyambangi kawasan ini.
Saya dan teman-teman menaiki bukit di Pulau Rutong. Kami harus melewati jalan setapak dengan kemiringan lumayan terjal. Lima belas menit kemudian, sampailah kami di puncak Rutong. “Dari atas bukit, kita nanti dapat melihat pulau-pulau lain dengan jelas,” tutur Panggih.
Pemandangan nan eksotis memanjakan sepasang mata saya. Pasir putih berpadu indah dengan air laut yang bergradasi dari hijau hingga biru gelap. Nun jauh, bentangan pulau memanjang yang berstatus Cagar Alam Wolo Tado memeluk untaian pulau yang berada di kawasan lestari ini. Pulau Tembang, Tiga, Tembaga, Wire, Taor, Suidengan mudah dapat dilihat dari pucuk Rutong.
Di pucuk bukit, kami berteduh di satu pohon yang paling tinggi. Pohon kembo namanya. Menurut Panggih, jenis pohon lain yang tumbuh di pulau ini adalah lamtoro, waru laut, asam, sambungnyawa, hingga rengit. Pada sisi baratnya tampak hutan mangrove dan jenis pepohonan lain tumbuh dengan subur. Di kawasan konservasi ini, tercatat sebanyak 17 jenis tanaman mangrove menjadi benteng pertahanan penting ekosistem pesisir.
Di balik gerombolan mangrove, saya menyaksikan pulau dengan berbentuk empat persegi panjang yang mengapung di lautan. Pulau Meja!
Jauh dari Meja, terhamparlah Pulau Tiga. Pulau ini bentuknya memanjang dan landai, berbalutkan pasir putih. Sebagaimana halnya Rutong, para pejalan banyak bersandar di Pulau Tiga untuk sekedar berenang dan bermain air di pantai.
Saya teringat seorang teman yang berhobi menyelam berkata, “Kalau mau menyelam di Riung, Pulau Tiga adalah tempat yang paling bagus dibandingkan spot di pulau lain.”
Kawasan lestari in memiliki kekayaan ekosistem terumbu karang dan jenis-jenis biota laut. Setidaknya terdapat sekitar 27 jenis karang. Mamalia laut seperti duyung, lumba-lumba dan paus, serta aneka ikan hias juga mendiami perairan yang teduh ini.
”Di sana yang dindingnya tampak kemerahan, itu pulau Tembaga. Di belakangnya ada pulau Wera dan Tior,” jelas Panggih sambil menunjuk ke untaian pulau-pulau kecil yang berada di barat daya Pulau Tiga.
Keunikan hutan kering yang menyelimuti pulau-pulau di sini, menjadi pembeda pulau-pulau lain di Indonesia. Musim keringnya berlangsung selama delapan bulan, lebih lama dibandingkan musim hujannya. Kondisi ini menjadikan tanah Flores dihiasai hutan kering dan sabana. Keunikan ekosistem ini ditandai dengan jenis pohon yang menggugurkan daunnya pada musim kemarau. Kawasan Riung juga merupakan wilayah karst, salah satu bentuk geodiversity yang menyebabkan Riung memiliki flora dan fauna khas.
Saya pernah bertanya-tanya juga, kenapa kawasan lestari ini dinamakan Tujuh Belas Pulau. Nama itu ditahbiskan lantaran dinilai pantas mewakili keelokan dan keindahan alam taman ini, ibarat gadis yang sedang tumbuh mekar pada usia 17 tahun.
Sebelum kembali ke daratan Riung, kami singgah di Pulau Tiga. Pantainya yang landai, berbalut pasir putih, berlatarkan perairan dangkal, bersih, dan menenangkan sanubari. Selain untuk berwisata bahari, pulau ini menjadi tempat paling nyaman untuk menyantap bekal. Bersama keindahan semburat mentari, kami bersantap sambil memandangi lautan nan menghampar jelita.