Mutasi Baru COVID-19 Muncul di Beberbagai Negara, Bagaimana Bisa?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 28 Desember 2020 | 18:35 WIB
Para perawat pasien COVID-19. (STR/AFP/Getty Images via National Geographic)

Nationalgeographic.co.id—Penghujung 2020 bukan berarti pandemi juga turut berakhir. Sampai saat ini masih terdapat kurang dari 80 juta kasus COVID-19 ditemukan dari seluruh belahan dunia. Dunia kembali dikejutkan dengan adanya munculnya jenis baru dari virus tersebut yang membuat kasus pagebluk ini melonjak di beberapa negara, seperti di Inggris dan Afrika Selatan.

Baca Juga: Orang Dewasa Muda Menjadi ‘Superspreader’ Terburuk COVID-19

Nick Loman, ahli genomik mikroba dan bioinformatika dari University of Birmingham, menemukan klaster mutasi baru. Ia menemukan setidaknya ada 23 mutasi baru dari sampelnya di Kent, Inggris.

Mutasi tersebut juga menyebabkan kasus yang tiba-tiba melonjak di kawasan tersebut, meskipun kebijakan lockdown Inggris menyebabkan kasus nasional turun drastis.

Dalam pelacakan para ilmuwan Inggris yang tergabung dalam Cog-UK (Covid-19 Genomics Consortium) yang dilaporkan BBC News, mereka menemukan bahwa mutasi ini berasal dari luar Inggris. Jumlah hasil pelacakan genetik yang ditemukan terdapat 150.000 sampel virus SARS-CoV-2, yang berarti setara dengan sekitar setengah urutan genetik virus corona di dunia.

Baca Juga: Mengapa Angka Kematian dan Kasus COVID-19 di Benua Afrika Rendah?

Sementara itu, Public Health England menelisik lebih dalam temuan yang diberi nama B117 tersebut. Diketahui, bahwa virus ini paling awal berkembang di Inggris sejak 20 September hingga akhirnya merebak di wilayah tenggara Inggris.

Temuan jenis ini juga oleh para ilmuwan lainnya negara lain seperti, Afrika Selatan, Hong Kong, Australia, Singapura, Italia, Belgia, Denmark, dan Belanda.

Melansir The Guardian, para ahli di Inggris pada badan penasehat pemerintah Nervtag (New and Emerging Respiratory Virus Threats Advisory Group), menyampaikan juga bahwa jenis ini mudah menular daripada COVID-19 pada umumnya.

Baca Juga: Kematian Akibat COVID-19 Mencapai Satu Juta, Jumlahnya Bisa Berlipat Ganda Tanpa Vaksin

Mereka sampai saat ini masih belum menemukan mengenai bagaimana mutasi ini dapat muncul, dan bagaimana penularan virus dalam jangka panjang.

Public Health England menduga bila asal-usul jenis baru ini melibatkan pasien COVID-19 yang sedang kronis, memiliki sistem kekebalan yang lemah, dan dirawat terapi eksperimental seperti menggunakan plasma darah pasien yang sudah sembuh atau disebut juga dengan terapi darah konvalesen. Melalui cara tersebut kemungkinan virus dapat berkesempatan untuk bermutasi.

Jika cara pengobatan tersebut memberi kesempatan bagi virus bermutasi dan terbukti, menurut Muge Cevik, ahli penyakit menuluar University of St. Andrew maka akan berdampak pada pengobatannya.

“Ini peringatan untuk semua tim medis, bahwa kita perlu berhati-hati dalam menggunakan opsi pengobatan ini” terangnya kepada National Geographic.