Kecelakaan Pesawat: Hal Yang Bisa Kita Ketahui Tentang Boeing 737-500

By Fikri Muhammad, Selasa, 12 Januari 2021 | 19:30 WIB
Foto: Pesawat Sriwijaya Air PK-CLC yang hilang kontak di Kepulauan Seribu. ((dok jetphotos.com via flightradar24))

Nationalgeographic.co.id—Boeing 737-500 merupakan model pekerja keras berusia 26 tahun dengan catatan keselamatan yang baik. Sebelumnya diterbangkan oleh Continental Airlines dan United Airlines sebelum dikirim ke Sriwijaya Air pada tahun 2012 menurut database daring Airfleets.

737-500 diperkenalkan pada tahun 1985 oleh Southwest Airlines. Maskapai ini menggunakan model ini dengan kapasitas 122 penumpang, yang secara efisien menangani rute panjang dengan penumpang yang lebih sedikit. 

Seorang Sejarawan perusahaan Southwest bernama Richard West pernah menulis di Southwest.com pada 2016 bahwa kebutuhan itu turun karena bisnis perjalanan jarak jauh meningkat. Southwest 737-500 pun terbang terakhir kalinya pada September 2016.

Baca Juga: Mengapa Pesawat Komersial Tak Menyediakan Parasut untuk Penumpangnya?

Secara historis, 737-500 adalah pesawat yang aman untuk diterbangkan. Seri yang dimilikinya, yang meliputi 737-300 dan 737-400, telah mengalami 19 kecelakaan fatal selama lebih dari tiga dekade beroperasi, atau sekitar satu kecelakaan fatal untuk setiap empat juta keberangkatan, menurut laporan Boeing tahun 2019.

Empat kecelakaan fatal sebelumnya telah tercatat pada 737-500, termasuk kecelakaan di Korea Selatan pada 1993, Tunisia pada 2002 dan di Rusia pada 2008 dan 2013, menurut Aviation Safety Network.

Boeing memproduksi 389 pesawat 737-500 sebelum model itu dihentikan. Sebanyak 100 masih digunakan oleh maskapai penerbangan di seluruh dunia di negara-negara termasuk Afghanistan, Iran, Nigeria, Rusia dan Ukraina, menurut situs pelacakan Planespotters.net.

Baca Juga: Mungkinkah Memasang Parasut pada Pesawat Supaya Penumpang Selamat?

737-500 tidak memiliki sistem antistall yang sama dengan 737 Max, sebuah model yang pernah mengalami kecelakaan pada 2018 pada penerbangan Lion Air 610 dan di Ethiopia pada Maret 2019.

Kecelakaan itu membuat Boeing menjadi krisis dan pengaburan armada Max terjadi di seluruh dunia. Perusahaan memecat kepala eksekutif dan pengunduran diri Max menelan biaya lebih dari $18 miliar menurut laman The New York Times.

Armada 737 Max yang bermasalah itu pun kembali terbang bulan lalu dengan American Airlines Flight 718. Penerbangan komersial ini dibuka kembali ketika FAA mencabut perintah pentahanan pada November 2020. 

Sebelum mereka diizinkan untuk terbang lagi, setiap pesawat 737 Max harus memiliki kabel dan perangkat lunak yang dimodifikasi.