Lukisan Cadas 45.500 Tahun Asal Sulawesi Jadi Temuan Tertua di Dunia

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 14 Januari 2021 | 19:13 WIB
Foto figur Babi 1 dengan pertanggalan setidaknya 45.500 tahun yang lalu di Leang Tedongnge. (Adhi Agus Oktaviana/Pusat Penelitian Arkeologi Nasional)

Nationalgeographic.co.id—Banyaknya gua karst—disebut juga sebagai leang—di Sulawesi Selatan, menyimpan berbagai peninggalan prasejarah. Baru-baru ini para peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bersama Australian Research Center for Human Evolution dan Griffith Center for Social Science and Cultural Research dari Australia, berhasil mengungkapkan adanya lukisan cadas tertua di dunia. Lukisan purba itu berada situs Gua Leang Tedongnge, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Usianya, 45.500 tahun!

Gua itu sukar untuk dikunjungi karena dikelilingi oleh tebing kapur terjal. Situs arkeologi ini baru ditemukan pada Desember 2017 oleh Basran Burhan bersama sejumlah mahasiswa arkeologi Universitas Hasanuddin, Makassar. Semenjak saat itu Balai Arkeologi Sulawesi Selatan dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melanjutkan penelitian tentang temuan lukisan cadas.

Baca Juga: Homo Erectus Bumiayu, Temuan Arkeologi Manusia Purba Tertua di Jawa

Leang Tedongnge di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Gua hunian prasejarah yang mengekalkan lukisan cadas tertua di dunia. (Adhi Agus Oktaviana/Pusat Penelitian Arkeologi Nasional)

"Itu dibuat oleh Homo sapiens," terang Adhi Agus Oktaviana, peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional saat dihubungi National Geographic Indonesia, Kamis (14/01).

Dalam laporan mereka yang terbit Selasa (13/01) di Science Advances, lukisan tersebut berupa figuratif babi dengan kutil di tubuhnya, bersama dengan dua tangan yang diperkirakan berusia lebih muda sekitar 17.000 tahun.

Selain lukisan figuratif babi berkutil dengan dua tangan manusia, di dekatnya juga terdapat dua hingga tiga sosok babi serupa yang samar akibat pengelupasan dinding gua. Ketiga sosok babi tersebut diduga posisinya saling berhadapan.

"Ini menunjukkan seekor babi dengan jambul pendek dengan rambut tegak dan sepasang kutil wajah seperti tanduk di depan mata, ciri khas babi kutil Sulawesi jantan dewasa,” terang Adam Brumm, profesor dari Australian Research Center for Human Evolution yang memimpin penelitian tersebut.

"Babi [di dekat cap tangan] itu tampak mengamati perkelahian atau interaksi sosial antara dua babi kutil lainnya," terang Brumm dalam rilis.

Lukisan itu digambar dengan oker merah mengunakan jari tangan dan perkakas tambahan.

"Mungkin sebenarnya dari kuasannya itu ada yang pakai alat tambahan, pakai kayu yang ditumbuk. Kemungkinan juga pakai jari tangan, setebalnya sama kaya jari kita." ungkap Oktaviana mengenai cara pelukisannya. "Umumnya bewarna merah tua dan ungu, biasanya itu pakai hematit atau oker."

Baca Juga: Kerangka Anak Era Holosen, Mata Rantai Masyarakat Nusantara Kuno

Untuk mengetahui usia lukisan tersebut, para peneliti menggunakan radioaktif uranium dari batu kapur tersebut. Beberapa bagian dari batu kapur itu kemudian diendapkan dalam lembaran tipis di sepanjang dinding gua.

Proses penelitian metode uranium ini dilakukan di Radiogenic Isotope Fasility, University of Queensland. Hasil usia minimumnya dapat ditemukan setelah uranium meluruh dengan mengetahui kecepatannya.

“Di Leang Tedongnge, sampel 'popcorn' (kalsium karbonat) yang tumbuh diatas pigmen gambar cadas diambil dari salah satu kaki belakang babi kutil tersebut, jadi setelah dipertanggalkan itu memberi kita umur minimum dari lukisan tersebut," kata Maxime Aubert, peneliti dari Griffith Center for Social Science and Cultural Research dalam rilis mereka.

Lukisan prasejarah di Leang Tedongnge. (AA Oktaviana)

Gambar babi yang dilukiskan manusia prasejarah menjadi bukti bahwa hewan tersebut menjadi buruan mereka. Terlebih gambar serupa sangat umum ditemukan di situs-situs lainnya di Maros.

"Babi adalah hewan yang paling sering digambarkan pada gambar cadas zaman es di pulau ini, kemungkinan mereka memiliki nilai penting baik sebagai makanan maupun sebagai ide kreatif dan ekspresi seni," terang Aubert.

Baca Juga: Gambar Figuratif Perburuan Tertua Berusia 44 Ribu Tahun Ditemukan di Sulawesi Selatan

Selain lukisan yang ditemukan di Leang Tedongnge, para peneliti juga menemukan lukisan babi lainnya di Leang Balangjia 1. Lukisan itu ditemukan pada 2018, dan diperkirakan dilukis di waktu yang berbeda sekitar 32.000 tahun yang lalu.

Karya seni manusia purba ini menjadi bukti peradaban yang jauh lebih tua, berdasarkan perbandingan hasil temuan serupa di Eropa yang diperkirakan berusia 20.000 tahun. Perkiraan usianya yang tua ini menjadi bahan diskusi baru para ahli, mengenai proses penyebaran manusia ke penjuru dunia.

Baca Juga: Susuri Peradaban Purba di Karst Rammang-Rammang dan Leang-Leang

Sebelumnya para ilmuwan hanya meyakini temuan lukisan figuratif binatang yang berlari di dinding gua Chauvet-Pont-d'Arc di Perancis selatan yang berusia sekitar 36.000 tahun sebagai yang tertua. Kemudian berkembang pada temuan di Castillo, Spanyol berupa gambar uluran tangan-tangan dan cakram merah yang berusia 40.800 tahun.

Barulah pada penelitian 2014 yang melibatkan Aubert dan Brumm, menemukan lukisan gua di Maros yang berusia 39.000. Dan terakhir berlanjut pada temuan terbaru kali ini.

Lukisan cadas yang menampilkan figur babi lainnya di Leang Tedongnge. Lukisan ini belum diteliti pertanggalannya. (Adhi Agus Oktaviana/Pusat Penelitian Arkeologi Nasional)

Menurut para peneliti, temuan baru ini menjadi penambah mata rantai peradaban manusia yang telah bermigrasi ke Nusantara di ribuan tahun silam. Setelah sebelumnya pada temuan arkeologis lain menunjukkan sisa fosil manusia tertua  di Sumatra yang berusia 70.000 tahun. Hasilnya pun selaras dengan yang ada di Australia utara yang berusia 65.000 tahun.

Para peneliti yakin, masih terdapat bukti arkeologis yang serupa dan dapat ditemukan karena adanya kekosongan kronologis penyebaran manusia. Mereka meyakini temuan tersebut pastilah sezaman atau lebih tua daripada yang kini ditemukan.

"Mungkin jika ditemukan fosil lagi di sekitar Kalimantan dan Sulawesi juga sezaman. Di mana manusia bermigrasi dari dataran Sunda ke kawasan Wallacea, harusnya ditemukan berusia segitu (pula)," ungkap Oktaviana.

Munculnya beragam penemuan arkeologis tua di Indonesia, menurut Aubert, menunjukkan bahwa kesenian yang kompleks bisa berkembang secara mandiri baik di Eropa maupun Asia. Mungkin juga, manusia telah memiliki kemampuan demikian ketika mereka keluar dari Afrika.

 

Foto figur Babi 1 dengan pertanggalan setidaknya 45.500 tahun yang lalu di Leang Tedongnge. (Maxime Aubert/Griffith Center for Social Science and Cultural Research )