Dampak Tak Langsung Pagebluk, Rabun Jauh Intai Kesehatan Mata Anak

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 20 Januari 2021 | 07:00 WIB
Seorang anak perempuan dengan gaya rambut coronavirus yang unik. (AP via nypost.com)

Nationalgeographic.co.id—Kondisi pagebluk Covid-19 mengharuskan anak-anak berkegiatan dan sekolah secara daring dari rumah. Ternyata, kondisi ini memiliki berbagai dampak pada sisi kesehatan mereka.

Para peneliti kesehatan di Tiongkok mengungkapkan bahwa dampak secara tidak langsung dari pagebluk menyebabkan tingginya kasus rabun jauh pada anak-anak. Ini dibuktikan lewat penelitian mereka sejak 2015, kepada sejumlah siswa dengan rentang usia enam hingga 13 tahun di Feichen, Tiongkok sejak 2015.

Baca Juga: Tak Hanya Orang Dewasa, Anak-anak Juga Alami Depresi Akibat Karantina Selama Pandemi

Mereka melakukan photoscreening setiap tahun ajaran baru hingga 2019, dan terjeda di awal 2020 akibat melonjaknya pagebluk di Tiongkok. Kemudian dilanjutkan kembali ketika sekolah kembali dibuka Juni 2020. Lalu hasilnya dianalisa pada Juli 2020.

Menurut temuan rabun jauh pada anak-anak, mengalami tren yang relatif stabil sepanjang 2015 hingga 2019. Tetapi melonjak drastis pada 2020, terutama pada anak-anak berusia enam hingga delapan tahun sekitar 20% hingga 38%.

“Peningkatan yang substansial dalam berkembangnya rabun jauh tidak tampak pada kelompok usia yang lebih tua (9-13 tahun),” Tulis mereka dalam laporan yang dipublikasi pada jurnal JAMA Network.

“Meskipun faktanya anak-anak yang lebih tua memiliki pembelajaran daring harian yang lebih intens dibandingkan siswa yang lebih muda.”

Melalui hasil laporannya dii jurnal JAMA Network, para peneliti berspekulasi penyebabnya adalah perubahan kebiasaan yang mengharuskan mereka menghabiskan waktu di rumah dengan menatap layar dan buku dalam waktu lama.

Baca Juga: Film Zombie Baik untuk Mental Saat Menghadapi Pagebluk Covid-19

“Pergeseran rabun jauh yang substansial ini tidak terlihat dalam perbandingan tahun ke tahun lainnya, membuat penyebabnya mungkin karena kegiatan yang terkurung di rumah yang tidak biasa pada 2020," ungkap para peneliti, dalam Progression of Myopia in School-Aged Children After COVID-19 Home Confinement.

Terkait mengapa hanya pada usia enam dan delapan tahun yang memiliki perubahan drastis, para peneliti mengakui belum menemukan jawabannya. Meskipun anak-anak pada rentang usia tersebut memiliki tugas virtual yang lebih sedikit.

Mereka berpendapat, berkegiatan di luar rumah dapat mencegah perkembangan rabun jauh. Meski, untuk penelitian ini, terdapat perbedaan besar terkait jumlah waktu yang dihabiskan oleh anak usia enam dan 13 tahun di luar ruangan.

"Jika itu masalahnya, periode perubahan lingkungan mungkin menjadi faktor risiko utama perkembangan rabun jauh, dengan anak-anak yang lebih kecil lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan daripada anak-anak yang lebih tua," tulis mereka.

“Anak-anak berusia enam hingga delapan tahun mungkin mengalami periode penting dalam perkembangan rabun jauh.”

Mereka menyimpulkan, bagaimanapun hasilnya sangat menunjukkan bahwa kegiatan dalam ruangan selama pagebluk, bagi penglihatan anak-anak sangat berpengaruh.

Temuan lainnya dalam laporan mereka, anak perempuan memiliki perkembangan rabun jauh yang lebih dini. Menurut mereka, ini disebabkan mata anak perempuan memiliki kornea dan kekuatan lensa yang lebih curam, ruang anterior yang lebih dangkal, serta rentang aksial yang lebih pendek daripada anak laki-laki.

Baca Juga: Langkah Panjang Vaksinasi Demi Hadapi Pagebluk di Hindia Belanda

“Alasannya tidak sepenuhnya dipahami. Dipercayai bahwa perbedaan jenis kelamin pada awal masa remaja mungkin terkait dengan berbagai usia dan masa awal pubertas,” tulis mereka.

Penelitian ini bukan berarti harus membuka sekolah agar mengurangi kejadian ini selama masa pagebluk. Para ilmuwan lainnya dari sejumlah kalangan menyarankan, berbagai solusi alternatif untuk mengurangi perkembangan rabun jauh pada anak.

Orang tua harus memiliki peraturan jelas agar anak-anak tak menghabiskan waktu lama dengan perangkat digitalnya. WHO, misalnya, menyarankan agar anak-anak di bawah usia lima tahun menggunakan perangkat digitalnya maksimal satu jam per hari.

Atau saran dari American Academy of Ophthalogy, bahwa pendidik dapat membuat materi pembalajaran yang ramah bagi kesehatan mata. Mereka menyarankan agar dalam pembelajaran dapat memberi jeda istirahat 20 detik per 20 menit berkegiatan, memakai pengatur waktu untuk anak-anak beristirahat, dan menjauhkan gawai sekitar setengah meter dari wajah.