Nationalgeographic.co.id - Pandemi COVID-19 telah memengaruhi beberapa aspek kehidupan dalam beberapa bulan terakhir. Dan pengaruhnya tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa saja, tapi juga anak-anak.
Untuk mencegah penyebaran virus corona, banyak tempat umum yang ditutup untuk sementara, termasuk sekolah. Ini mengharuskan anak-anak diam di dalam rumah dan tidak bisa bertemu dengan teman-temannya.
Menurut Pemerhati Kesehatan Anak dari UNICEF Indonesia, Ali Aulia Ramly, kondisi tersebut rupanya bisa membuat anak-anak menjadi stres bahkan depresi karena harus beraktivitas di rumah saja.
"Salah satu dampak dari pandemi ini, termasuk pembatasan sosial, adalah tekanan bagi anak-anak. Muncul rasa takut yang berlebihan karena diceritakan tentang pandemi ini, apa dampaknya," ujar Ali dalam Dialog Gugus Tugas di Graha BNPB, Jakarta, Senin (20/7/2020).
Baca Juga: Bagaimana Fotografi Jurnalistik Bisa Merenggut Nyawa Kevin Carter?
Ia mengambil contoh peristiwa dunia seperti perang atau bahkan wabah ebola, anak-anak terutama remaja akan merasakan depresi karena terjadi isolasi.
"Sejumlah studi ini mengonfirmasi hal tersebut, dan itu bukan hanya ketika fase isolasi, tapi juga bisa berlangsung lebih lama dari fase isolasi. Sayangnya di Indonesia studi-studinya masih terbatas dan skalanya kecil, tetapi itu menunjukkan bahwa ada dampak termasuk depresi karena situasi seperti ini," lanjutnya.
Ali menyebut kebosanan ketika anak harus berada di rumah dan tak bisa bertemu dengan kawan-kawannya, merupakan dampak yang wajar dan banyak terjadi.
"Tentu saja kita harapkan ini tidak berlangsung lama, atau kita harapkan begitu banyak anak akan bisa pulih dan melihat kembali bagaimana mereka tidal terganggu situasinya karena keadaan ini," tambahnya
Maka itu, dia menilai penting bagi siapa pun untuk memahami apakah anak-anak terdampak pandemi Covid-19.
Menurut Ali, ada banyak gejala untuk melihat itu.
"Apakah menjadi mudah marah, menjadi kehilangan semangat yang biasanya semangat. Yang biasanya bisa konsentrasi sekarang konsentrasinya mudah hilang," ujarnya.
Source | : | Grid Health |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR