Perubahan Iklim Penyebab Punahnya Mamut, Kungkang, dan Megafauna Lain

By Utomo Priyambodo, Kamis, 18 Februari 2021 | 09:00 WIB
Mamut raksasa dan spesies lainnya mungkin saja dibangkitkan dengan editing gen. (Lutfi Fauziah)

“Bagaimanapun, kepunahan adalah sebuah proses --artinya ia terungkap dalam beberapa rentang waktu-- dan untuk memahami apa yang menyebabkan matinya megafauna Amerika Utara, penting bagi kita untuk memahami bagaimana populasi mereka berfluktuasi menuju kepunahan. Tanpa pola-pola jangka panjang itu, yang bisa kita lihat hanyalah kebetulan yang kasar,” ujarnya lagi, sebagaimana dikutip dari UPI.

Baca Juga: Studi Jelaskan Bagaimana Perubahan Iklim Memicu Pagebluk Covid-19

Ilustrasi Sloth atau Kukang (pixabay)

Dalam studi terbaru ini, Stewart dan rekan-rekan penelitiannya menggunakan teknik analisis statistik baru untuk memperkirakan perubahan jumlah populasi beberapa spesies megafauna, termasuk mamut, kungkang tanah, berang-berang raksasa, dan glyptodon, makhluk mirip armadillo yang berukuran sangat besar.

Analisis mengandalkan catatan radiokarbon sebagai proksi kelimpahan biologis. Populasi megafauna dan manusia yang lebih besar, menurut teori yang mereka gunakan, meninggalkan jumlah karbon yang lebih besar yang dapat didata.

Metode analisis baru ini menunjukkan jumlah populasi megafauna berfluktuasi sebagai respons terhadap perubahan iklim yang tiba-tiba. "Populasi megafauna tampaknya telah meningkat saat Amerika Utara mulai menghangat sekitar 14.700 tahun lalu," kata Stewart.

"Tapi kami kemudian melihat pergeseran tren ini sekitar 12.900 tahun yang lalu saat Amerika Utara mulai mendingin secara drastis, dan tak lama setelah ini kami mulai melihat kepunahan megafauna terjadi," ujarnya.

Baca Juga: Jutaan Orang Akan Mati jika Dunia Gagal Tepati Perjanjian Iklim

Menurut hasil analisis statistik ini, perkembangan cepat kondisi glasial di Amerika Utara adalah penyebab utama kepunahan megafauna. "Kita harus mempertimbangkan perubahan ekologi yang terkait dengan perubahan iklim ini pada skala benua dan regional jika kita ingin memiliki pemahaman yang tepat tentang apa yang mendorong kepunahan ini," kata Huw Groucutt, peneliti lainnya dalam studi ini, yang juga merupakan pemimpin Extreme Events research group di Max Planck.

"Manusia juga tidak sepenuhnya bebas (dari kesalahan), karena masih mungkin mereka memainkan peran yang lebih beragam dalam kepunahan megafauna daripada yang disebut oleh teori perburuan berlebihan," kata Groucutt. Jadi, bisa jadi aktivitas manusia yang hidup kala itu memiliki andil juga dalam memicu terjadinya perubahan iklim yang mendadak pada masa itu.