Nationalgeographic.co.id—Tim peneliti dari Divisi Riset Statistik Institut Teknologi Bandung yang dipimpin Khreshna Imaduddin Ahmad Syuhada menyusun studi terkait dampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pembatasan Sosial yang Diperluas dan Diperketat (PSDD) terhadap perkembangan kasus COVID-19 di sejumlah kota dan provinsi di Indonesia. Dalam riset yang hasilnya telah dipublikasikan secara online di jurnal Elsevier pada 28 Januari 2021 ini, mereka menggunakan data resmi COVID-19 dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang pernah menerapkan PSBB atau PSDD.
Pada dasarnya, PSBB dan PSDD ini adalah kebijakan yang mirip, hanya saja namanya berbeda. Inti kebijakan ini adalah membatasi pergerakan warga di sebuah daerah demi mencegah dan menurunkan tingkat penularan COVID-19 di daerah tersebut. Mirip lockdown, tapi lebih longgar.
Dalam riset ini tim peneliti menggunakan dan mengolah data jumlah kasus terkonfirmasi (confirmed cases), jumlah kasus aktif (active cases), dan rasio kematian kasus (case fatality rate) di Medan, Bandung, Samarinda, Jayapura, Sumatra Utara, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua. Data ini peneliti gunakan untuk membandingkan perkembangan kasus COVID-19 sebelum, selama, dan setelah PSBB atau PSDD di sebagian daerah tersebut.
Data yang diambil dari berbagai kota dan provinsi tersebut berasal dari data Maret atau April 2020 hingga 22 Agustus 2020. Adapun PSBB dan PSDD sebelum 22 Agustus 2020 sempat diterapkan secara terpisah di sebagian kota dan provinsi yang disebutkan itu, "yakni sejak 6 Mei hingga 25 Juni (PSBB di Bandung/Jawa Barat), 24 April hingga 22 Mei (PSBB di Sulawesi Selatan), 24 April hingga 22 Agustus (PSDD di Jayapura), dan 24 April hingga 3 Agustus (PSDD di Papua)," tulis para peneliti dalam laporan riset mereka.