Menerka Gagasan Giuseppe Racina, Sang Arsitek Mausoleum Khouw Oen Giok

By Mahandis Yoanata Thamrin, Senin, 22 Februari 2021 | 07:00 WIB
Mausoleum Familie O.G. Khouw, arsitek G. Racina dari perusahaan pembuat monumen makam Ai Marmi Italiani. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Kata mausoleum, demikian Olivier membuka ceritanya, berawal dari makam Raja Mausolos (353 SM) di Yunani. Makam ini menjadi salah satu dari tujuh keajaiban Dunia Kuno. Kendati makam Mausolos telah lenyap, kata “mausoleum” tetap lestari sampai hari ini. Maknanya, bangunan makam yang agung atau monumen makam.

Mausoleum Khouw memakai batu dari Italia dan juga dirancang oleh seorang Italia, dengan desain yang mengikuti berbagai contoh dari arsitektur klasik. Model kuil bundar dengan atap kubah merupakan konsep gaya Yunani Kuno. Menurutnya, bangunan ini mengikuti konstruksi utama dari ikon dunia makam, yaitu Mausoleum Raja Teoderik di Italia (520 M) yang masih lestari. Mausoleum Teodorik dibangun dengan gaya arsitektur Romawi, yang berciri dinding tebal dan lengkungan setengah bundar. Dia menambahkan bahwa delapan lengkungan berstruktur oktagon itu menyangga sebuah atap kubah.

Mausoleum Raja Theodorik Agung di Ravenna, Italia. Dia bertakhta pada 475-526 Masehi. (Wikimedia Commons)

“Mausoleum Khouw menggabungkan struktur oktagon berlengkungan dengan pilar klasik,” ungkap Olivier. “Delapan pilar dipasang pada sisi luar bundaran lengkungan.”

Pilar itu mengikuti ordo klasik Toskana, yang halus tanpa hiasan garis vertikal. Semua badan tiang memiliki kepala yang bertakhtakan hiasan dari ordo klasik Korintus. Kepala tiang itu menggabungkan ornamen motif daunan dan ukiran melingkar. Dia juga menambahkan bahwa pilar itu memanjang ke atas “dengan finial atau hiasan ujung yang berbentuk guci dupa lengkap dengan asapnya.”

Baca Juga: Prosesi Pemakaman Megah Sang Mayor Cina Pelindung Besar Kesenian Jawa

Relief yang melukiskan potret Khouw Oen Giok atau O.G. Khouw di ruangan altar rubanah mausoleum yang dibangun istrinya. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Menurut Olivier, konsep ini membentuk konstruksi segi delapan yang terbuka dengan delapan pintu besar. Di atas setiap pintu terdapat sebuah pedimen, yaitu ornamen mahkota fasad, yang juga merupakan elemen dari repertoar arsitektur Yunani-Romawi. “Pedimen biasanya berbentuk segitiga,” ujarnya, “namun Mausoleum Khouw mengikuti contoh klasik itu dengan bebas.”

Pada bagian tengah terdapat ukiran bernuansa hieroglif Mesir Kuno. Di samping itu kita bisa menyaksikan bentuk ‘tiga tahap’ yang berkarakter gaya Art Deco. Olivier memperhatikan bahwa bentuk ‘tiga tahap’ ini juga muncul pada daun pintu, dan pada dasar kubah.

Baca Juga: Singkap Jejak Kediaman Sang Mayor yang Meraja Gula di Surabaya

Patung malaikat, simbol kehidupan setelah wafat, yang berada dalam mausoleum. Sosok malaikat ini seolah menaungi makam O.G Khouw dan istrinya. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

“Penggunakan elemen modern bergaya Art Deco,” kata Olivier, “menceritakan bahwa pendiri makam ini tidak mau dianggap ketinggalan zaman.” Namun, sebagai lambang keabadian, gaya Art Déco tampaknya kalah pamor dibandingkan gaya Mesir-Yunani-Romawi, demikian paparnya. Dia mengatakan bahwa hal inilah yang menjelaskan “mengapa gaya Klasik tampak lebih berkesan dalam bangunan yang dirancang oleh Giuseppe Racina ini.”

Patung malaikat pada sisi makam ini merupakan lambang agama Kristen. Patung ini sebagai simbol kehidupan setelah wafat. “Alkitab menceritakan tentang malaikat pada sisi makam Yesus,” pungkas Olivier, “yang membawa pesan untuk para pengunjung: Yang Anda cari tidak ada di sini. Ia telah bangkit.”