Fosil Cumi-cumi Vampir Langka Ditemukan Kembali Setelah Lama 'Hilang'

By Utomo Priyambodo, Selasa, 23 Februari 2021 | 10:05 WIB
Cumi-cumi vampir modern. (MBARI)

"Itu adalah momen yang luar biasa, bisa menemukan sesuatu yang sebelumnya dianggap sudah benar-benar hilang," kata Košťák mengomentari penemuan Kembali fosil langka itu, sebagaimana dilansir Live Science.

Baca Juga: Fosil Megalodon dan Hewan Laut Purba Lainnya Ditemukan di Sukabumi

Košťák dan rekan-rekannya mempelajari fosil tersebut dengan pemindaian mikroskop elektron dan melakukan analisis geokimia. Mereka pertama kali menemukan bahwa identifikasi awal Kretzoi benar: Fosil itu berasal dari cumi-cumi, bukan nenek moyang sotong. Mereka menyimpulkan bahwa fosil itu merupakan fosil nenek moyang dari cumi-cumi vampir modern yang hidup saat ini.

Fosil nenek moyang cumi-cumi vampir ditemukan kembali. (Košťák, M., Schlögl, J., Fuchs, D. et al.,/Communications Biology. http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/.)

Cangkang bagian dalam hewan, atau gladius, yang membentuk tulang punggung tubuhnya, memiliki panjang sekitar 6 inci (15 sentimeter), menunjukkan panjang cumi-cumi itu hingga sekitar 13,7 inci (35 cm) jika panjang lengan-lengannya turut diperhitungkan. Itu hanya sedikit lebih besar dari cumi-cumi vampir modern, yang mencapai panjang total sekitar 11 inci (28 cm).

Sedimen yang mengelilingi fosil tersebut tidak menunjukkan jejak mikrofosil yang sering ditemukan di dasar laut, yang menunjukkan bahwa cumi-cumi itu tidak hidup di perairan dangkal. Para peneliti juga menganalisis tingkat variasi karbon dalam sedimen dan menemukan bahwa sedimen tersebut kemungkinan berasal dari lingkungan yang anoksik atau rendah oksigen.

Kondisi tersebut merupakan ciri dasar laut dalam. Dengan melihat jenis lapisan batuan di atas lokasi tempat fosil itu terkubur, para peneliti juga dapat menunjukkan bahwa cumi-cumi itu mungkin tidak dapat bertahan di laut yang lebih dangkal pada saat itu.

Endapan laut dangkal biasanya memiliki tingkat keberadaan plankton yang tinggi dan lingkungan yang rendah garam dan bergizi tinggi. Kondisi ini juga diketahui tidak dapat ditoleransi oleh cumi-cumi vampir modern.

Baca Juga: Temuan Fosil Stegodon trigonocephalus di Sumedang Siap Direkonstruksi

 

Cumi-cumi vampir modern (Vampyroteuthis infernalis) yang hidup saat ini diketahui dapat berkembang biak di perairan laut dalam yang miskin oksigen, tidak seperti banyak spesies cumi-cumi lain yang membutuhkan habitat dangkal di sepanjang tepian laut. Para ilmuwan tidak yakin sejak kapan hewan yang sulit ditangkap inilah telah mengembangkan kemampuannya untuk bisa hidup di lingkungan dengan kondisi sedikit oksigen.

Studi terbaru terhadap fosil ini telah membantu mengisi celah pemahaman yang masih kosong selama 120 juta tahun terkait evolusi cumi-cumi vampir itu. Hasil analisis Košťák dan rekan-rekannya terhadap fosil tersebut mengungkapkan bahwa nenek moyang cumi-cumi vampir modern ini sudah hidup di laut dalam selama periode Oligosen, 23 juta hingga 34 juta tahun yang lalu. Jadi, sejak sekitar 30 juta tahun lalu, cumi-cumi ini telah memiliki kemampuan untuk bersembunyi di dalam kegelapan laut dalam.

Cumi-cumi ini mungkin telah berevolusi agar biasa beradaptasi di dalam air rendah oksigen selama periode Jurassic, kata Košťák. Melihat lebih dalam catatan-catatan fosil yang ada, fosil tertua dari kelompok cumi-cumi ini ditemukan pada periode Jurassic, antara 201 juta dan 174 juta tahun lalu, kata Košťák, dan mereka biasanya ditemukan di sedimen anoksik.

Baca Juga: Kabar dari Timur: Menikmati Foto Bercerita Jepretan Anak-anak Sumba

Laporan hasil penelitian Košťák dan rekan-rekannya ini telah diterbitkan pada 18 Februari 2021 di jurnal Communications Biology. Laporan tersebut menjelaskan bagaimana dan sejak kapan nenek moyang cumi-cumi vampir belajar untuk hidup di tempat cumi-cumi lain tidak bisa hidup.

Cumi-cumi tersebut mungkin telah bergeser ke laut yang lebih dalam pada saat ini, kata Košťák, karena pengalaman mereka dengan kondisi anoksik selama periode Jurassic. Gaya hidup perairan dalam ini mungkin menjelaskan mengapa cumi-cumi ini selamat dari krisis yang membunuh dinosaurus nonavian di akhir periode Cretaceous, tambahnya.

Penemuan Kembali fosil cumi-cumi yang hidup pada 30 juta tahun lalu ini membantu menghubungkan sejarah modern saat ini dengan masa lalu yang jauh, tutup Košťák.