Dengan memasukkan data inventaris semua bangunan di Kota San Francisco dan isinya, studi tersebut menghitung berat di Kota San Francisco dengan populasi 7,75 juta jiwa adalah sekitar 1,6 triliun kilogram. Berat ini setara dengan 8,7 juta pesawat Boeing jenis 747.
"Hasil spesifik yang ditemukan untuk San Francisco Bay Area kemungkinan besar berlaku untuk pusat kota besar mana pun, meskipun dengan kadar yang berbeda-beda," tulis Parsons, seperti dikutip Science Alert.
Tak hanya San Fransico, naiknya permukaan air laut karena perubahan iklim dan turunnya permukaan tanah akibat beban bangunan juga membuat Jakarta berpotensi tenggelam pada 2050 nanti sebagaimana disebut dalam laporan studi di jurnal Nature Communications edisi 29 Oktober 2019.
Bahkan, The New York Times pada Desember 2017 lalu sempat menyebut 40 persen wilayah DKI Jakarta sebenarnya sudah berada di bawah permukaan laut. Kawasan pesisir Jakarta Utara, seperti Muara Baru misalnya, tercatat telah tenggelam atau memiliki ketinggian hingga sekitar 4,2 meter di bawah permukaan laut.
Baca Juga: 2050: Kerugian akibat Banjir Jakarta Diprediksi Naik Lima Kali Lipat
Pada pertengahan Februari 2021 peneliti geodesi dari Institut Teknologi Bandung, Heri Andreas, mengatakan kepada National Geographic Indonesia bahwa berdasarkan hasil penelitiannya, penurunan tanah di beberapa daerah di DKI Jakarta bisa mencapai 20 sentimeter per tahun. Ia menyebut penyebab utama penurunan tanah di DKI Jakarta adalah karena beban bangunan dan insfrastruktur serta eksploitasi air tanah secara berlebihan.
Menurut Andreas, penurunan tanah di DKI Jakarta ini telah membuat beberapa area daratan di DKI Jakarta memiliki ketinggian di bawah permukaan sungai dan/atau di bawah permukaan laut. Kalau air sungai meluap atau tanggul sungai jebol, daerah di dekat sungai itu otomatis akan tenggelam karena banjir air sungai. Begitu pula jika air laut naik dan meluap, daerah yang dekat laut itu otomatis akan tenggelam karena banjir rob.
Andreas mewanti-wanti bahaya penurunan tanah di DKI Jakarta ini. Sebab, menurut hasil pemodelannya, penurunan tanah di DKI Jakarta telah membuat dampak banjir di ibu kota itu jadi tiga kali lipat lebih parah.
“Jadi tanpa ada penurunan tanah tau land subsidence, banjir Jakarta itu hanya 4.000-an hektare. Tapi sekarang itu bisa sampai 12.000-an hektare,” papar Andreas.