Nationalgeographic.co.id—Sudah banyak ilmuwan yang memprediksi bahwa kota-kota besar di dunia, terutama kota-kota di pesisir, bakal tenggelam dalam beberapa dekade mendatang. Penyebabnya antara lain adalah kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global yang membuat gletser-gletser es di kutub makin mencair. Selain itu, yang perlu diperhatikan sebagai penyebab lainnya adalah beban bangunan di atas kota-kota besar tersebut.
Dalam studi terbarunya, ahli geofisika Tom Parsons dari Badan Geologi Amerika Serikat (USGS), mengambil Kota San Francisco sebagai contoh dalam studi kasus tentang bagaimana perkembangan perkotaan yang besar dapat mempengaruhi dan menekan permukaan tanah yang sebenarnya. Menurut perhitungannya, San Francisco mungkin telah tenggelam hingga 80 milimeter (3,1 inci) seiring perkembangan kota itu dari waktu ke waktu. Mengingat kota ini berada di bawah ancaman kenaikan permukaan laut sebanyak 300 mm (11,8 inci) pada tahun 2050, tambahan penurunan tanah akibat beban bangunan di atasnya itu perlu menjadi perhatian serius.
"Karena populasi global bergerak secara tidak proporsional ke arah pantai, penurunan tambahan ini, dalam kombinasi dengan kenaikan permukaan air laut yang telah diprediksi, dapat memperburuk risiko yang terkait dengan banjir," tulis Parsons dalam laporan studinya yang sudah dipublikasikan di jurnal AGU Advances pada 14 Januari 2021.
Baca Juga: Banjir Jawa: Penurunan Tanah Jakarta, Pekalongan, Semarang Mengerikan
Dengan memasukkan data inventaris semua bangunan di Kota San Francisco dan isinya, studi tersebut menghitung berat di Kota San Francisco dengan populasi 7,75 juta jiwa adalah sekitar 1,6 triliun kilogram. Berat ini setara dengan 8,7 juta pesawat Boeing jenis 747.
"Hasil spesifik yang ditemukan untuk San Francisco Bay Area kemungkinan besar berlaku untuk pusat kota besar mana pun, meskipun dengan kadar yang berbeda-beda," tulis Parsons, seperti dikutip Science Alert.
Tak hanya San Fransico, naiknya permukaan air laut karena perubahan iklim dan turunnya permukaan tanah akibat beban bangunan juga membuat Jakarta berpotensi tenggelam pada 2050 nanti sebagaimana disebut dalam laporan studi di jurnal Nature Communications edisi 29 Oktober 2019.
Bahkan, The New York Times pada Desember 2017 lalu sempat menyebut 40 persen wilayah DKI Jakarta sebenarnya sudah berada di bawah permukaan laut. Kawasan pesisir Jakarta Utara, seperti Muara Baru misalnya, tercatat telah tenggelam atau memiliki ketinggian hingga sekitar 4,2 meter di bawah permukaan laut.
Baca Juga: 2050: Kerugian akibat Banjir Jakarta Diprediksi Naik Lima Kali Lipat
Pada pertengahan Februari 2021 peneliti geodesi dari Institut Teknologi Bandung, Heri Andreas, mengatakan kepada National Geographic Indonesia bahwa berdasarkan hasil penelitiannya, penurunan tanah di beberapa daerah di DKI Jakarta bisa mencapai 20 sentimeter per tahun. Ia menyebut penyebab utama penurunan tanah di DKI Jakarta adalah karena beban bangunan dan insfrastruktur serta eksploitasi air tanah secara berlebihan.
Menurut Andreas, penurunan tanah di DKI Jakarta ini telah membuat beberapa area daratan di DKI Jakarta memiliki ketinggian di bawah permukaan sungai dan/atau di bawah permukaan laut. Kalau air sungai meluap atau tanggul sungai jebol, daerah di dekat sungai itu otomatis akan tenggelam karena banjir air sungai. Begitu pula jika air laut naik dan meluap, daerah yang dekat laut itu otomatis akan tenggelam karena banjir rob.
Andreas mewanti-wanti bahaya penurunan tanah di DKI Jakarta ini. Sebab, menurut hasil pemodelannya, penurunan tanah di DKI Jakarta telah membuat dampak banjir di ibu kota itu jadi tiga kali lipat lebih parah.
“Jadi tanpa ada penurunan tanah tau land subsidence, banjir Jakarta itu hanya 4.000-an hektare. Tapi sekarang itu bisa sampai 12.000-an hektare,” papar Andreas.