To Manurung, Sosok, dan Falsafah Demokrasi Ciri Khas Sulawesi Selatan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 2 Maret 2021 | 15:00 WIB
Nelayan Bugis-Makassar di Pelabuhan Paotere. (Editor)

Nationalgeographic.co.id - Masyarakat di Sulawesi Selatan berkembang menjadi peradaban yang kuat di kawasan Nusantara belahan timur. Bermula dari masyarakat yang melukis cadas dalam gua, berangsur memiliki peninggalan tulisan seperti I La Galigo.

Selain I La Galigo, lontara merupakan kitab penting lainnya bagi masyarakat Bugis-Makassar untuk menjelaskan asal-usul mereka. Lontara merupakan catatan harian kerajaan Gowa Tallo yang ditulis oleh pegawai kerajaan (palontara').

Apriani Kartini lewat skripsinya Lontara Bilang sebagai Sumber Sejarah Kerajaan Gowa, lontara memuat kronnologi peristiwa tertentu seperti: pelantikan, perjalanan, kunjungan, perjanjian dan pemecatan, peperangan, kelahiran, kematian, perceraian, perkawinan bangsawan, dan kejadian penting lainnya yang tak menyangkut raja dan keluarga.

Makam Sultan Hasanuddin di Kompleks Makam Raja-Raja Gowa, Katangka, Somba Opu, Gowa, Sulawesi Selata (Gloria Samantha)

Baca Juga: Menguak Kebudayaan Praaksara Sulawesi Selatan yang Terlupakan

Meski berfokus megnenai proses Islamisasi dan raja-raja Gowa-Bone, kitab itu juga mengulas leluhur raja pertama. Kitab itu menyebutkan bahwa pendiri kerajaan Gowa adalah sosok yang turun dari langit bernama To Manurung.

Legenda mengenai sosok To Manurung ini bukan mutlak milik Kerajaan Gowa saja.

Andi Suriadi Mappangara dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, menyebut semua kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan juga mengklaim sosok itu sebagai leluhur rajanya, kecuali Wajo. Ia menuturnya dalam video pembelajaran Konsep To Manurung.