Kisah Tragis Zaman VOC: Bangkai Kapal Batavia dan Kekejian Perompak

By National Geographic Indonesia, Kamis, 25 Februari 2021 | 10:00 WIB
Gerbang Kota Batavia yang tak pernah sampai ke Kota Batavia, dan repihan kapal VOC bernama Batavia. Dia adalah kapal Belanda pertama yang hilang di lepas pantai barat Australia. Ruang pamer dalam Batavia Gallery di Western Australian Museum. (Western Austrlian Museum )

Hal ini memancing seorang pedagang bernama Jeronimus Cornelisz yang terkenal tamak  untuk  mengambil alih kapal dan melakukan serangkaian pembunuhan. Tak terkecuali perempuan dan anak-anak.

Kekejian baru berakhir setalah Pelsaert kembali ke kapal dan akhirnya melumpuhkan Cornelisz dan para pemberontak pengikut Cornelisz dieksekusi.

Tapi semuanya sudah terlambat. Dari 282 penumpang, total ada 115 orang yang meninggal dan kebanyakan diantaranya dibunuh. Pulau Beacon pun mendapat julukan Kuburan Batavia atau "Pulau Pembantaian". 

Bagi Jeremy Green, kepala arkeologi maritim di Museum Western Australian, hal tersebut mengundang tanya. "Ini cerita yang cukup aneh, bukan? Saya belum pernah membaca sesuatu yang seburuk itu,"kata pria yang sudah mempelajari bangkai kapal Batavia selama lebih dari 40 tahun. 

Penelitian mengenai kapal ini memang sudah dilakukan oleh para arkeolog selama beberapa dekade. Dalam rentang waktu tersebut beberapa korban kapal ditemukan.

Pada akhir 1980an, nelayan di Pulau Beacon menggali saluran pembuangan dari kamar mandi dan mereka menemukan tulang manusia. Lantas pada 1994, arkeolog mulai menggali situs tersebut dan menemukan tiga kerangka orang dewasa, remaja, anak kecil serta bayi.

"Sebanyak 10 individu telah ditemukan di bagian utama pulau Beacon dalam tiga tahun terakhir. Ini memberikan informasi baru yang berharga," kata Daniel Franklin  arkeolog dari University of Western Australia dikutip dari National Geographic.

Batavia Portico yang dapat disimak di Maritime Museum - Shipwreck Galleries, Fremantle. Posisinya be (R. Ukirsari Manggalani/National Geographic Traveler)

Rencana lain untuk meneliti tragedi kapal Batavia juga diungkapkan oleh Liesbeth Smits, antroplog dari University of Amsterdam.

Ia berencana mengukur komposisi elemen makanan pada kerangka yang baru ditemukan dan mengetahui apa yang dimakan korban. Dengan menggunakan teknik ini, ia berharap dapat melacak asal penumpang. Banyak penumpang Batavia ternyata tidak hanya berasal dari Belanda saja namun juga Skandinavia, Inggris, Prancis dan Jerman.

Seperti diketahui, tahun 1620-an, Eropa berada dalam pergolakan Perang Tiga Puluh Tahun yang mengerikan. Belanda juga masih berjuang dalam perang kemerdekaannya selama beberapa dekade melawan Spanyol.

Saat itu, perang berkepanjangan membuat warga memilih untuk melarikan diri dan bergabung dengan Perusahaan Hindia Timur Belanda merupakan sebuah jalan keluar yang beresiko.  Hanya satu dari tiga orang Eropa yang melakukan perjalanan pernah kembali selamat.

"Orang pindah di mana ada peluang. Mereka bisa diberi  makan dan cukup dibayar dengan baik, jika beruntung mereka juga punya uang lebih," kata Jeremy Green, kepala arkeologi kelautan Western Australian Museum.

Dalam kasus Batavia, Smits berkata, "Anda tahu persis apa yang terjadi pada mereka dan betapa mengerikannya hal itu, [jadi] itu memang mendekati, tapi Anda selalu tetap objektif."

Studi ini masih akan terus berlanjut. Rencananya tahun depan tim peneliti akan menerbitkan artikel ilmiah mengenai temuan mereka dan menjelaskannya dalam publikasi tersebut.

Artikel ini sudah pernah tayang di Kompas.com dengan judul Cerita Tragis dari Bangkai Kapal Batavia dan Kejamnya Perompak.