Kapan dan di mana spesimen pertama dari burung itu ditemukan? Para ahli ornitologi berasumsi bahwa naturalis Jerman Carl Schwaner menemukannya di Jawa. Pada tahun 1895, ahli burung dari Swiss bernama Johann Büttikofer menyebut bahwa Schwaner berada di Kalimantan pada saat burung itu dikumpulkan.
Panji Gusti Akbar, dari kelompok ornitologi Indonesia Birdpacker, yang merupakan penulis utama makalah yang merinci penemuan kembali burung tersebut di Birding ASIA, mengatakan, “Penemuan sensasional ini menegaskan bahwa pengicau alis hitam berasal dari Kalimantan tenggara, mengakhiri kebingungan selama seabad tentang asal-usulnya.”
“Kami sekarang juga tahu seperti apa sebenarnya pengicau alis hitam itu. Burung yang difoto menunjukkan beberapa perbedaan dari satu-satunya spesimen yang diketahui, khususnya warna iris, paruh, dan kakinya. Ketiga bagian tubuh burung ini diketahui telah kehilangan warnanya dan sering kali diwarnai secara artifisial selama proses taksidermi (pengawetan)."
Baca Juga: Wisdom si Burung Tertua di Dunia Berulang Tahun, Bertambah Umur Lagi
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan menyatakan akan segera menelusuri keberadaan burung pelanduk Kalimantan itu. Kepala BKSDA Kalsel Mahrus Aryadi mengatakan, penemuan burung pelanduk kalimantan itu disinyalir terjadi di Kalsel. Namun, pihaknya juga belum mengetahui secara detail terkait penemuan burung super langka tersebut.
”Sebagai langkah selanjutnya, sangat dimungkinkan untuk melakukan survei guna mengetahui lokasi, populasi, maupun habitat, serta status keterancaman burung tersebut,” kata Mahrus seperti diberitakan Kompas.id.
Menurut Mahrus, penemuan burung yang sampai ratusan tahun tidak ada informasi yang jelas dan lengkap itu patut diapresiasi. ”Kami mengapresiasi semua pihak yang telah mengidentifikasi, membuat perbandingan dengan spesimen jenis yang ada di Belanda, serta melakukan konsultasi dengan pengamat burung nasional maupun internasional,” ujarnya.
Baca Juga: Berkat Konservasi, 48 Spesies Burung dan Mamalia Berhasil Diselamatkan dari Kepunahan
Andreas Buje (59), warga Desa Warukin, Kabupaten Tabalong, Kalsel, mengaku belum pernah mendengar informasi maupun cerita tentang burung pelanduk kalimantan. Mitos soal burung tersebut juga tidak ada dalam masyarakat Dayak setempat.
”Dalam masyarakat Dayak, khususnya Dayak Maanyan, tidak ada mitos ataupun cerita mengenai burung tersebut. Tetapi entahlah kalau dalam masyarakat Dayak yang lain,” kata pelestari seni tradisi tarian Dayak itu.