Berubahnya Teknik Berburu Memengaruhi Evolusi Otak Manusia Purba

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 4 Maret 2021 | 18:00 WIB
Paleo-Indian sedang berburu glyptodont, kerabat dari armadillo yang hidup pada zaman Pleistosen. (Lutfi Fauziah)

Nationalgeographic.co.id—Bagi manusia prasejarah, Bumi menyediakan alam begitu saja untuk dinikmati secara langsung tanpa harus diolah sekompleks manusia modern. Maka, umum bagi mereka, dengan alat seadanya, untuk berburu hewan secara bebas.

Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Quaternary (Issue 1 Vol.4) pada Jumat (19/02/21) mengungkapkan, bahwa perkembangan berburu manusia purba dapat menjelaskan perkembangan fisiologis dan historis perkembangan otak manusia.

Studi dari dua peneliti dari arkeologi Tel Aviv University itu memaparkan, bahwa perubahan dalam praktik pengumpulan makanan manusia, dan perubahan lingkungan merupakan pemicunya. Seperti peran teori evolusi, kondisi itu memainkan peran penentu dalam perkembangan otak manusia yang menghasilkan tingkat lanjut kognitifnya.

"Kami menghubungkan peningkatan volume otak manusia dengan kebutuhan untuk menjadi pemburu yang lebih cerdas," jelas penulis utama studi, Ben-Dor, dilansir dari Eurekalert.

Kemudian manusia purba merasa dirinya terberkahi atas kemampuan itu, memiliki kesadaran berkembang, dan terpicu untuk berwawasan analisa, untuk merefleksikan kemampuan dan asal-usulnya sendiri.

Mereka menulis, sebelumnya Bumi dibanjiri makhluk berukuran besar--seperti mamut--yang lambat dan mudah ditemukan. Makhluk-makhluk itu kerap diburu dengan mudah oleh manusia tanpa harus berjalan jauh, atau bekerja sangat keras untuk menjaga kebutuhan makan kelompok mereka.

Baca Juga: Sains Bumi: Perubahan Medan Magnet Bumi Berdampak pada Kehidupan Purba

Sayangnya bagi manusia purba, perburuan terlalu mudah itu seiring waktu meningkatkan populasi yang mendorong hewan buruan bermuara pada kepunahan. Sehingga manusia purba dihadapkan dua pilihan: beradaptasi, atau mati kelaparan.

Dalam tesis itu, para peneliti menulis bahwa perilaku dan mudahnya perburuan oleh manusia, menjadi domino evolusioner otak mereka.

Opsi awal yang manusia purba lakukan, lanjut para peneliti, ialah beralih pada mangsa berukuran kecil yang masih tersedia dalam jumlah besar, seperti rusa hingga babi.

"Berburu binatang kecil yang terus menerus terancam oleh predator (manusia) sehingga sangat cepat berkembang untuk membutuhkan fisiologi yang disesuaikan dengan pengejaran serta alat berburu yang lebih canggih," terang Ben-Dor.

Alat-alat yang mulai diciptakan semasa perkembangan kognitif yang kompleks itu busur dan anak panahnya. Sedangkan menurut Yuval Noah Harari dalam buku Sapiens, dalam masa ini pula manusia purba menemukan api—dan mempelajarinya, dan mulai mendomestikasi anjing sebagai partner berburu.

"Aktivitas kognitif juga meningkat karena pelacakan cepat membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat, berdasarkan pengenalan fenomenal dengan perilaku hewan—informasi yang perlu disimpan dalam memori yang lebih besar."

Kemampuan opsi adaptasi yang secara alami juga didorong akibat alam, membuat mereka dan anak cucunya (manusia modern), membuat kapasitas otak menghasilkan variasi genetik dan mutasi. Variasi itulah yang memungkinkan suatu makhluk hidup berevolusi pada kemampuan yang menguntungkan, dan berorientasi pada kelangsungan hidup.

Baca Juga: Sains Ungkap Kemampuan Monyet Bali Membedakan Benda Berharga

 

Perubahan ini terjadi kira-kira pada dua juta SM hingga revolusi pertanian (masa bercocok tanam) pada 10.000 SM. Semasa itu, aktivitas kongnitif manusia ditantang, dan menempatkan mereka, menurut para peneliti sebagai "tekanan evolusioner yang berkepanjangan pada otak manusia."

Hal ini menyebabkan pertumbuhan pada kecerdasan manusia dan memperbesar ukuran otak dengan beriringan.

Meski tak ada hubungannya, studi yang dilakukan oleh Ben-Dor dan Ran Bakai ini menjelaskan bahwa seiring mamalia darat populasinya mengecil, ukuran otak manusia justru membesar.

Kapasitas tengkorak manusia purba berukuran 650 cc ketika hewan besar mudah ditemukan, tetapi pada 300.000 SM ketika buruan besar sukar dijumpai, otak manusia berkembang jadi 1.500 cc. Dengan kata lain, dalam kurun waktu selama itu, peningkatan otak manusia naik lebih dari 200 persen.

Di masa berikutnya, Harari menulis evolusi kognitif pun mulai berkembang di awal masa cocok tanam manusia purba. Mereka pun mulai mempelajari bagaimana tumbuhan bisa ditanam dan dibudidayakan agar bisa memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya.

Perkembangan mereka menghasilkan alat-alat tani seperti arit, dan cangkul.