Jatuhnya Pengaruh Luwu oleh Belanda, Kuasa Terakhir di Sulawesi

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 11 Maret 2021 | 14:00 WIB
Para kepala dewan adat di Sulawesi Selatan berkumpul, mereka berasal dari Luwu, Bajo, Rongkong, Pinrang, dan Balbunta sekirta 1910. (Wah Heng/KITLV)

Nationalgeographic.co.id—Kerajaan Luwu merupakan salah kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dan Tengah. Ia menjadi kerajaan yang juga melegenda karena dikisahkan dalam epik abad ke-13 I La Galigo, sebagai kerajaan awal masyarakat Bugis.

Keberadaannya juga terungkap dalam kitab Negarakertagama pada abad ke-14 sebagai kerajaan sekutu Majapahit di masa Hayam Wuruk. Awal mula kerajaan ini pun sama dengan asal-usul kerajaan Bugis-Makassar pada umumnya yang menyebut mitos sosok To Manurung.

Nawir dalam buku Sejarah Islam di Luwu, menulis bahwa Luwu memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Lokasinya di pesisir Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara, membuatnya kerap dikunjungi pedagang dari seluruh dunia.

 

Namun kekuasaan Luwu mulai terancam di masa penjajahan Belanda. Perlahan-lahan, pemerintah Hindia Belanda mulai menancapkan kekuasaannya di Sulawesi Seltan, terutama setelah Kerajaan Gowa dan Bone jatuh di tangan mereka pada 1905 dan 1911.

Invasi Hindia Belanda itu dikenal sebagai Zuid-Celebes Expeditie yang juga disebut dengan Perang Bone IV atau Perang Gowa (Bundaka ri Gowa). Menurut Hari Budiarti dalam jurnalnya Colonial Collections Revisited (2007) yang diterbitkan di Leiden, ekspedisi mengangkut banyak benda bersejarah Sulawesi Selatan ke Belanda.

Baca Juga: To Manurung, Sosok, dan Falsafah Demokrasi Ciri Khas Sulawesi Selatan

Peta dan informasi temuan Danau Matano di National Geographic Indonesia edisi Oktober 2020. Ekskavasi menguak ribuan artefak, dari danau yang terbentuk satu hingga empat juta tahun yang lalu. (National Geographic Indonesia)