Siapa Sejatinya Sailendra: Penguasa Jawa atau Penguasa Sriwijaya?

By National Geographic Indonesia, Kamis, 11 Maret 2021 | 10:00 WIB
Tujuh kepala ular kobra memayungi prasasti persumpahan Telaga Batu. Banyak pangkat, profesi dan jabatan dalam Kedatuan Sriwijaya disebutkan dalam isi prasasti. Mereka disumpah agar selalu setia. (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)

Pada beberapa puluh tahun terakhir terjadi perkembangan lagi mengenai Sailendra. Rakai Panamkaran kemudian diidentifikasi sebagai Raja Sankhara. Nama ini diberitakan dalam prasasti dari daerah Sragen (Jawa Tengah).

Kisahnya, ayah dari Raja Sankhara sakit panas delapan hari lalu meninggal. Takut akan ajaran guru ayahnya yang tidak benar, Raja Sankhara meninggalkan agama Siwa dan menjadi pemeluk agama Buddha Mahayana. Ia juga memindahkan pusat kerajaan  ke arah timur.

Oleh para ahli sejak era Boechari, ayah Raja Sankhara yang tak disebutkan dalam prasasti disamakan dengan Sanjaya. Sedangkan Raja Sankhara disamakan dengan Panamkaran. “Sayangnya,” keluh Bambang Budi Utomo, “prasasti Raja Sankhara entah di mana keberadaannya saat ini. Prasasti itu pernah disimpan di Museum Adam Malik. Saat museum itu ditutup, koleksinya dijual ke pedagang loak.”

Asal mula Sailendra

Pada awal 1963 di Desa Sojomerto, Kabupaten Batang, dekat Pekalongan, ditemukan prasasti yang, uniknya, berbahasa Melayu Kuno. Huruf-huruf Pallawa dalam piagam batu itu menyebutkan nama-nama keluarga dari seorang tokohnya, Dapunta Selendra.

“Sembah kepada Siwa Bhatara Parameswara dan semua dewa... Dari yang mulia Dapunta Selendra. Santanu adalah nama bapaknya, Bhadrawati adalah nama ibunya, Sampula adalah nama bininya dari yang mulia Selendra.” Demikian terjemahan isi prasasti Sojomerto.

Paleografinya bercorak abad ketujuh. “Lebih tua dari prasasti Kedukanbukit,” tulis Boechari. Ia juga menganalisis, Selendra adalah penyebutan Melayu untuk Sailendra (bahasa Sanskerta). Sedangkan kata “dapunta” adalah terminologi Melayu Kuno. Dapunta Selendra adalah awal dari Dinasti Sailendra, tegasnya.

Kesimpulan ini memperkuat teori Poerba­tjaraka, bahwa Sailendra berasal dari Nusantara. Pada masa sebelumnya para ahli beranggapan Sailendra datang dari luar Indonesia.

George Coedes mengusulkan, Sailendra berasal dari Funan, kerajaan kuno di wilayah Kamboja sebelum Chenla. Menurutnya, Sailendra berarti “raja gunung”. Ketika Funan runtuh dan terjadi kerusuhan, keluarga kerajaan ini hijrah ke Jawa menggunakan nama Sailendra.

Baca Juga: Studi Ikonografi Mengungkap Puncak Keindahan Seni Pahat Majapahit

Lampu kilat menerangi Stupa Mahligai dan Candi Tua di ambang malam. Percandian Muaratakus di Riau ini diyakini memiliki peran penting pada suatu babak perjalanan Sriwijaya. (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)

Sejarawan India RC Majumdar memiliki pendapat sendiri: Sailendra berasal dari India, tepatnya dari Kalingga, India Selatan. Keluarga Sailendra, menurut Majumdar, kemudian menetap di Palembang sebelum kedatangan Dapunta Hyang. Pada 682, keluarga ini menyingkir ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyang dengan bala tentaranya. Pada waktu itu, masih versi Majumdar, Sriwijaya berpusat di Semenanjung Malaka. 

“Raja-raja Sailendra adalah keturunan Dapun­ta Selendra. Jadi tak perlu menghubung­kan kata itu dengan ‘raja gunung’,” sanggah Boechari. Dalam hal ini, menurutnya, Dapunta Selendra berasal dari Akhandalapura. Berita-berita Cina menyebutkannya sebagai Gantuoli (Kantoli), kerajaan pendahulu Sriwijaya.

Bambang Budi Utomo mendukung. “George Coedes dulu banyak menghabiskan waktu di Thailand dan Kamboja. Wajar dia beranggapan Sailendra dari Funan. Namun, tidak ada prasasti atau peninggalan arkeologis Sailendra di sana. RC Majumdar orang India. Saya kira ada faktor-faktor yang demikian,” kata Bambang. “Yang jelas, berdasarkan bukti prasasti Sojomerto, tampaknya Sailendra berasal dari Sumatra.”