Nasib Kapal-Kapal Kuno yang Tenggelam di Jalur Rempah Nusantara

By Utomo Priyambodo, Selasa, 16 Maret 2021 | 09:43 WIB
Ilustrasi kapal tenggelam di Indonesia. (Wikimedia Commons)

Kapal dagang Geldermalsen itu karam pada tahun 1751. Pada 1985 Michael Hatcher, pelaut keturunan Inggris yang dikenal sebagai pemburu harta karun kelas kakap berhasil mengangkat muatan kapal Geldermalsen yang terdiri atas keramik Dinasti Qing dan ratusan batang logam mulia.

“Pengangkatan ini ilegal karena dilakukan tanpa izin resmi pemerintah. Hasil ‘jarahan’ ini dilelang oleh Hatcher di Amsterdam senilai 17 juta dolar AS, dan negara tidak dapat apa-apa waktu itu,” ungkap Helmi.  

Contoh lainnya adalah pengangkatan kapal karam di situs Batu Hitam, Belitung, pada tahun 1998 yang menghasilkan puluhan ribu artefak yang terdiri dari berbagai jenis keramik masa Dinasti Tang dan benda-benda lain yang berupa logam, kaca, kayu, dan gading. Seluruh artefak tersebut dilelang senilai 32 juta dolar AS.

Barang-barang itu dibeli oleh perusahaan Singapura bernama Sentosa Development Corporation. “Tapi juga pemerintah Indonesia Indonesia juga tidak mendapatkan bagian yang signifikan dari pengangkatan ini,” kata Helmi. “Ini katanya pengangkatannya legal, tapi membawanya ke Singapura yang ilegal.”

Baca Juga: Menelusuri Kapal Perang Dunia II Belanda yang Terbenam di Laut Jawa

Contoh berikutnya adalah pengangkatan kapal Tek Sing di Selat Gelasa di perairan Bangka Belitung pada tahun 1999. “Pengangkatan Tek Sing ini juga dilakukan secara ilegal. Katanya memang ada izin, tapi diduga palsu. Itu juga dilakukan oleh Michael Hatcher. Tahu-tahu benda (hasil pengangkatan) tersebut sudah berada di Australia sebanyak 43 kontainer.

Dari 43 kontainer ini, hanya 36 kontainer yang kemudian dibawa ke Nagel, Stuttgart, Jerman, untuk dilelang. Dari pengangkatan dan lelang ini pemerintah Indonesia hanya mendapat 1.400 jenis keramik dan uang sebesar Rp4,2 miliar. “Berita terakhir saya dengar 7 kontainer lain masih ada di Australia. Nah ini kok nggak diurus?” ujar Helmi.

Pengangkatan BMKT lainnya pernah dilakukan di perairan utara Cirebon pada 2004. Benda-benda-benda yang ditemukan tersebut berasal dari kapal yang diperkirakan beroperasi pada abad ke-10. Dari reruntuhan kapal tersebut, ada sekitar 5.000 jenis keramik dan beberapa benda lainnya yang terbuat dari emas, perak, perunggu, besi, kayu, gading, dan timah yang berhasil diangkat. Jenis keramik yang ditemukan itu berasal dari masa pemerintahan Five Dynasties yang memerintah Tiongkok pada abad ke-10.

Hasil pengangkatan dari perairan Cirebon ini baru sempat dilelang di dalam negeri namun tidak laku. Hasill pengangkatan ini belum sempat dibawa ke luar negeri karena didahului dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Undang-Undang ini berisi larangan untuk membawa cagar budaya bawah air (CBBA) dari Indonesia ke luar negeri.

Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa cagar budaya adalah benda hasil ciptaan manusia yang di balik benda tersebut tersimpan gagasan dan nilai budaya, perilaku dan organisasi sosial, serta teknologi dan lingkungan masyarakat masa lalu yang membuat dan memakainya. Jadi, BMKT yang berada di bawa perairan Indonesia juga termasuk cagar budaya. Akhirnya, benda-benda hasil pengangkatan di Cirebon itu dibagi dua: sebagian jadi milik investor yang membantu pengangkatan tersebut, sebagian jadi milik pemerintah Indonesia.

Baca Juga: Ketika Setengah Kilogram Pala Banda Dibeli Seharga Tujuh Sapi Gemuk