Perjuangan Sedulur Sikep dari Tuduhan Komunis sampai Soal Lingkungan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 29 Maret 2021 | 10:00 WIB
Masyarakat Samin atau biasa Sedulur Sikep saling berinteraksi di acara Temu Ageng Sedulur Sikep 2019 lalu di Sambongrejo, Blora. (Taufiqur Riza Subthy)

"Terkait penolakan pabrik semen, Sedulur Sikep ini kan nggo (untuk) mencukupi penghidupannya mung (cuma) kepengen jadi petani," ungkap Gunretno salah satu pengikut Samin, dalam dokumenter SAMIN vs SEMEN produksi Watchdoc.

"Nek (Kalau) yang namane tani kan butuh lemah (tanah), kan tidak hanya tanah saja, tapi bagaimana caranya bisa tumbuh air."

Menurut ajaran Samin, aktivitas pertanian adalah sumber penghidupan utama yang murni tanpa ada kecurangan. Berbeda dengan kegiatan perdagangan yang memiliki unsur ketamakan yang bisa merugikan orang lain.

Di sisi lain, protes itu tampaknya tak satu sisi oleh masyarakat Sedulur Sikep yang lain. Pramugi di Blora menganggap pembangunan itu baik untuk kepentingan bersama dan bukan dijual untuk asing.

"Ingat, semua itu ada konsekuensinya. Tapi kalau dirusak, kayak diambil terus bawa keluar. Itu kurang ajar!" ungkapnya. "Tapi kalau untuk kepentingan negara—yang kita termasuk di dalamnya, itu enggak apa-apa. Kan itu bagus, jalanan jadi bagus."

Tia Subketi dari FISIP Universitas Brawijaya menulis dalam Jurnal Transofrmative (Vol.2 No.2 September 2016), bahwa konflik semen ini menyebabkan terpecahnya masyarakat Samin dan menghasilkan perubahan tatanan sosial baru pada mereka.

Pihak semen yang menawarkan mereka pembukaan lapangan pekerjaan pada pemuda, akan mengubah profesi masyarakat Sedulur Sikep lewat unsur modernitas.

"Dikhawatirkan ini akan mempengaruhi dan melunturkan adat budaya masyarakat Samin," tulis Subekti.