Perpustakaan PATABA, Pengembang Literasi Lokal yang Mendunia

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 24 Maret 2021 | 16:00 WIB
Soesilo Toer (Afkar Aristoteles/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Awalnya, perpustakaan PATABA terinspirasi dari keinginan Pramoedya Ananta Toer untuk mengembangkan literasi di Blora saja.

Terbukti dari penamaan awal PATABA berasal dari akronim 'Pramoedya Ananta Toer Anak Blora Asli' ketika didirikan oleh kedua adiknya (Koesala Subagyo dan Soesilo Toer).

Tetapi akronim itu kemudian diubah menjadi Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa, karena sempat terjadi sentimen anti Tionghoa yang dialamatkan kepada keluarga Toer. Alasan lainnya juga untuk dialamatkan pada salah satu buku karya Pramoedya, Anak Semua Bangsa.

Perpustakaan PATABA sendiri berdiri pada 30 April 2006, saat Pramoedya wafat. Untuk mempererat antar saudara kandung, lambang perpustakaan ini menggunakan huruf "T" aksara Rusia sebagai simbol tiga bersaudara.

Pada praktiknya, ternyata perpustakaan yang sebagian besar diusung oleh Soesilo Toer itu ternyata lebih dikenal di kancah nasional hingga mancanegara daripada masyarakat Blora sendiri.

"Di dekat sini ada 15 guru [yang tinggal], tapi 16 tahun PATABA berdiri tak pernah ada satu pun dari mereka yang datang," terang Soesilo Toer ketika dijumpai National Geographic Indonesia.

 Baca Juga: Kisah Hidup Soesilo Toer: Doktor Pemulung dan Tuduhan Komunis