Pocut Meurah Intan, Perempuan Tangguh Aceh yang Diasingkan ke Blora

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 25 Maret 2021 | 10:00 WIB
Pocut Meurah Intan ()

Dibuang ke Blora

Meski berhasil ditangkap otoritas Hindia Belanda, perjuangan dilanjutkan oleh anak-anak Pocut Meurah Intan. Tetapi usaha perjuangan itu sia-sia setelah semuanya ditangkap pada 1905 di Kutaraja (kini Banda Aceh). Salah satu anak Pocut, Tuanku Muhammad dibuang ke Tondano Sulawesi Utara pada 1900.

Pocut bersama dua anak lainnya (Tuanku Nurdin dan Tuanku Budiman), dan saudaranya tuanku Ibrahim akhirnya diasingkan ke Blora. Pengasingan ini atas Suat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 6 Mei 1905 No.24, yang membuat perjuangan Pocut dan keluarganya usai.

Masjid di Blora karya fotografer Woodbury dan Page, 1862. (KITLV)

Selama 30 tahun di tempat pengasingan, kesehatan Pocut Meurah Intan menurun drastis karena usianya yang sudah tua.

"Ditelantarkan oleh banyak pihak. Karena semua takut [untuk mengurusnya] oleh Belanda," ujar Mochamad Djamil, generasi ketiga penjaga situs makam Pocut Meurah Intan.

"Bupati sama yang lainnya itu kan takut sama Belanda, yang berani cuma mbah saya," ungkapnya pada National Geographic Indonesia.

Kakek dari Mochamad Djamil sendiri adalah RMN Dono Muhammad, seorang penghulu yang menjadi sahabat Pocut Meurah Intan. Dari penuturannya, Dono membawa lari Pocut Meurah Intan ke kediamannya di depan Masjid Agung Blora.

"Selama persembunyiannya, enggak berani keluar dia (Pocut Meurah Intan), biar enggak ketahuan Belanda. Apalagi dia sakit-sakitan, dan kakinya kan diamputasi," terang Djamil.

Makam Pocut Meurah Intan di Desa Temurejo, Blora, Jawa Tengah. (Afkar Aristoteles Mukhaer/National Geographic Indonesia)

Meski Dono meninggal pada 1933, perawatan dan penjagaan kepada Pocut Meurah Intan terus dilakukan oleh anak-anaknya hingga wafatnya pada 1937. Sebelum kepergiannya, Pocut Meurah Intan berwasiat ketika meninggal agar dimakamkan di Blora saja.

Ketika Pocut Meruah Intan meninggal, anak-anak Dono memakamkannya di pemakaman keluarga di Desa Temurejo, Blora. Hingga kini, Djamil bersama sanak keluarganya tetap mempertahankan wasiat itu.

"Pernah perwakilan Provinsi Aceh datang kemari, mereka mau memindahkan makanya ke Aceh. Tapi kami menentangnya karena ini udah jadi wasiat dari beliau langsung pada kami. Ini amanah yang diberikan pada keluarga kami," pungkasnya.

Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon