Nationalgeographic.co.id—Indonesia adalah wujud karakteristik topografi yang unik. Kerak bumi tempat kita berdiri, masih bertumbukan menghasilkan pegunungan melampaui awan. Di sisi lain, kelembapan daerah berpaya serta area tandus berilalang, memberi rona di nusa berlingkung bahari ini.
Terletak pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra, sejatinya Indonesia memiliki 342 zona musim (ZOM) dengan waktu awal musim hujan dan kemarau yang berbeda-beda. "Pembagian zona musim dilakukan berdasarkan pola distribusi curah hujan," papar Haris Syahbuddin, Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Badan Litbang Pertanian. "Semakin banyak dan rapat sebaran stasiun, semakin detail data yang didapatkan. Penambahan stasiun serta kemampuan analisis bisa meningkatkan jumlah zona musim," ungkapnya.
Selain itu, 65 daerah non-ZOM juga memayungi bentang alam Indonesia. "Non-ZOM adalah daerah yang kondisi hujan dan kemaraunya tak jelas sepanjang musim. Jadi, sulit memprediksi kapan musim-musim itu dimulai," terang Haris. Salah satu ciri-ciri area non-ZOM adalah kawasan perawan, dengan hujan yang selalu mendera kanopi hutan.
Beberapa tahun terakhir ini, pergeseran musim turut memengaruhi awal musim hujan pada 342 zona, membebani orang-orang yang bergantung hidup pada cuaca. Samsudin, petani padi di Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Cianjur, kerap bimbang menghadapi keadaan langit yang tak menentu. Sejak beberapa tahun belakangan, ia tak lagi bisa mengandalkan bulan sebagai patokan bercocok tanam seperti dulu: April hingga September adalah musim kemarau, sementara selebihnya, hujan pasti mendera.