Wihara Dharmakaya, Riwayat Arsitektur Eropa di Klenteng Pecinan Bogor

By Agni Malagina, Sabtu, 3 April 2021 | 09:00 WIB
Wihara Dharmakaya di Jalan Siliwangi, kawasan pecinan Bogor. Awalnya merupakan tempat peristirahatan keluarga Tionghoa asal Kwitang, Batavia—kini Jakarta Pusat—pada awal abad ke-20. Kemudian didarmakan untuk biara. Pada awal 1940-an, klenteng ini dikelola oleh seorang biarawati atau suhu wanita yang bernama Tan Eng Nio. (Agni Malagina)

Nationalgeographic.co.id—Memasuki halaman muka Wihara Dharmakaya, kita disuguhi pemandangan bangunan klenteng yang tak biasa. Gedung berarsitektur campuran gaya Eropa, Cina, Indonesia berpadu dengan warna merah simbol kebahagiaan. Awalnya bangunan ini merupakan wihara Buddha yang dikenal sebagai Kwan Im Bio. Saya lebih suka menjulukinya “Si Klenteng Cina Rasa Eropa”. Bangunan ini memiliki menara di sisi kanannya yang berjendela gaya gotik. Tampaknya, menara ini disetarakan dengan pagoda. Pagoda yang dalam bahasa Sansekerta disebut stupa, yang merupakan langgam bangunan asli India, dikenal dengan nama “dhagoba”—berasal dari “dhatu-garbha”. Artinya, tempat penyimpanan keramat, yang dalam agama Buddha merupakan simbol ketaatan yang tak tertandingi. Orde baru telah mengganti nama klenteng ini dari Kwan Im Bio menjadi wihara Dewi Chandra Naga Sari, dan sekarang berubah menjadi vihara Dharmakaya. Wihara ini dikelola oleh Wihara Vajra Bodhi yang bertempat di Tajur, Bogor. Rupanya, bangunan ini merupakan bekas bangunan langgam arsitektur Eropa yang pernah disebut warga sebagai “Gredja Boeloloe”.

Baca Juga: Pecinan Ampenan, Jejak-jejak Denyut Kesibukan Kampung Lawas di Lombok

Potret para biksuni, yang pernah mendarmakan hidupnya di Wihara Dharmakaya Bogor, membuat suasana wihara ini hangat dan tampak privat. (Agni Malagina)
 

Istilah “klenteng” merupakan adaptasi hasil pendengaran penduduk lokal terhadap bunyi dari “Guan Yin Ting” (kediaman Dewi Kwan Im atau Kwan Im Teng dalam bahasa Hokkian). Sepanjang pecinan Bogor di Jalan Suryakencana hingga Jalan Siliwangi terdapat tiga buah klenteng: Hok Tek Bio (Wihara Dhanagun), Klenteng Phanko (Pan Ku), dan Wihara Dharmakaya yang terletak di Jalan Siliwangi.Konon, bangunan tersebut merupakan vila keluarga Tionghoa asal Kwitang, Batavia—kini Jakarta Pusat—pada awal abad ke-20. Kemudian didarmakan untuk biara, dan pada awal 1940-an, klenteng ini dikelola oleh seorang biarawati atau suhu wanita yang bernama Tan Eng Nio. Bubungan pada atap sisi depan bergaya atap ekor walet yang merupakan bangunan dengan arsitektur khas daerah selatan Cina. Dua naga saling berhadapan, dengan imaji bulat dengan rambut api yang berada di antara keduanya. Inilah ciri khas atap klenteng.