Kopitiam, Riwayat Penyebutan Kedai Kopi Pusaka Peranakan Cina

By Agni Malagina, Sabtu, 3 April 2021 | 12:26 WIB
Kopi (Anggie Cyndia)

Mengherankan memang, mengingat bahwa mayoritas penduduk Singakawang adalah etnis Cina dan mereka hanya menggunakan ‘warung kopi’ sebagai penyebutan tokonya. Kebanyakan warung kopi di Singkawang memakai nama orang atau pemiliknya, misalnya Warung Kopi Acoy, Warung Kopi Apui, dan lainnya. Salah satu kopitiam tertua di Singkawang adalah Warung Kopi Nikmat yang terletak di Jalan Diponegoro. Ia sudah berdiri sejak tahun 1930-an, sekarang sudah dipegang oleh generasi ke empat. Menurut Abui (39) pengunjung warung tersebut yang juga pengusaha warung kopi, kata warung kopi lebih menyesuaikan pada konsumen. “Sedari dulu, pelanggan terbanyak warung kopi adalah orang Melayu, mereka suka sarapan, istirahat makan siang atau ngopi sore hari di warung kopi. Jadi mungkin supaya lebih ramah di telinga warga Singkawang digunakanlah kata warung kopi,” ujarnya sambil menyeruput kopi pancung.“Kopi pancung” adalah penyebutan pada minuman kopi yang disajikan dalam cangkir dengan ketinggian hanya setengah dari tinggi cangkir. Kata "pancung" berasal dari 半 "pan" yang berarti setengah dan 中 "cung" yang berarti tengah.

Baca Juga: Kopi atau Teh Hijau? Preferensi Makanan Kita Ternyata Dipengaruhi Faktor Genetika

Biji kopi hijau. (Fodeode/Getty Images/iStockphoto)
Tak hanya kopi pancung yang menjadi favorit para penikmat kopi di Singkawang. Masih ada kopi hitam pahit, kopi hitam manis, kopi susu, es kopi, dan teh. Salah satu sajian teh yang menjadi primadona warung kopi di Singkawang adalah teh tarik: Teh dengan campuran gula dan susu yang menghasilkan teh dengan paduan rasa gurih dan manis legit. Fenomena warung kopi pun kemudian merebak di Pontianak, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat, dalam lima tahun belakangan. Sebutlah Jalan Gajah Mada, di sana berderet sejumlah warung kopi, diantaranya yang terkenal adalah Warung Kopi Winny dan Warung Kopi Aming. Jika warung kopi di Singkawang tampak sederhana dengan fasilitas seadanya, warung kopi di Pontianak memiliki fasilitas setara kopitiam di ibu kota negara: sambungan internet nirkabel dan buka nyaris 24 jam.

Warung kopi pun kemudian menjadi tempat utama, selain klenteng dan perkumpulan marga. Banyak warga di Singkawang dan Pontianak datang ke warung kopi untuk tujuan tertentu, misalnya berdiskusi, mengadakan pembicaraan bisnis dan pembicaraan yang bersifat transaksional. Bahkan, jelang pemilu 2014, warung kopi merupakan tempat yang ideal bagi warga untuk menentukan siapa pemimpin yang hendak mereka pilih, bahkan para caleg pun memanfaatkan tempat ini sebagai sarana sosialisasi.Warung kopi tak hanya sebagai tempat penggila dan penikmat kopi bercengkrama dengan rasa, tetapi juga sebagai tempat untuk mendapat pelbagai informasi dan transaksi. Sejarah kopitiam di Asia Tenggara memang merupakan sejarah perkembangan warung kopi transnasional, tak kalah dengan gerai warung kopi yang datang dari negeri Paman Sam atau pun dari daratan Eropa. Seperti yang dipaparkan Johanes Herlijanto, kopitiam merupakan bentuk adaptasi orang Tionghoa terhadap lingkungan sekitar di mana pun mereka menetap. Tak dapat dipungkiri, kopitiam, warung kopi, atau kedai kopi juga merupakan salah satu sumbangsih orang Tionghoa terhadap khasanah kuliner di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Sementara warung-warung kopi tradisional saat ini harus bertahan menghadapi warung kopi waralaba, mereka pun harus menemukan inovasi untuk tetap dapat beroperasi.