Studi Terbaru Coba Ungkap Identitas Manusia Hobbit dari Flores

By Utomo Priyambodo, Rabu, 7 April 2021 | 17:00 WIB
Raut wajah Homo floresiensis yang direkonstruksi oleh John Gurche, seniman asal Amerika yang pernah menjadi konsultan Jurassic Park. Sementara, kisah bertajuk Mereka yang Terlewatkan Waktu ditulis oleh Mike Morwood, Thomas Sutikna (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional), dan Richard Roberts. (Kenneth Garrett/National Geographic)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa manusia hobbit dari Flores, Indonesia (Homo floresiensis), dan manusia hobbit dari Luzon, Filipina (Homo luzonensis) mungkin sebenarnya adalah keturunan manusia purba Denivosa cabang selatan. Laporan studi tersebut telah terbit secara online pada 22 Maret 2021 di jurnal Nature Ecology and Evolution.

Dalam studi ini para peneliti menganalisis lebih dari 400 genom manusia modern dari seluruh dunia, termasuk lebih dari 200 genom manusia dari pulau-pulau di Asia Tenggara dan New Guinea. Para ilmuwan berburu secara khusus urutan genetik yang sangat berbeda dari yang biasanya terdeteksi pada manusia modern di wilayah tersebut karena DNA tersebut mungkin berasal dari garis keturunan manusia yang punah seperti H. floresiensis atau H. luzonensis.

Studi baru ini mengkonfirmasi riset sebelumnya yang menemukan tingkat keturunan manusia purba Denivosa (Denisovan) yang relatif tinggi pada orang-orang di maritim Asia Tenggara, New Guinea, dan Australia, yakni 3 persen hingga 6 persen DNA mereka berasal dari Denisovan.

Baca Juga: Orangtua Gadis Purba Ini Berasal dari Dua Spesies Manusia yang Berbeda

Para peneliti juga menemukan jejak urutan genetik yang sangat berbeda dalam DNA Denisovan—diekstraksi dari spesimen yang ditemukan di Siberia—yang mungkin berasal dari hubungan yang sangat jauh dengan manusia modern. Ini mungkin menunjukkan bahwa Denisovan kawin dengan garis keturunan manusia purba seperti H. erectus sekitar 1 juta tahun yang lalu, sebelum keturunan Denisovan terbagi menjadi cabang Asia Selatan dan Timur.

Baca Juga: Mengenal Ardi, Spesies yang Diduga sebagai Nenek Moyang Manusia

Homo floresiensis, manusia purba yang hidup di Flores, Indonesia, sekitar 12.000 tahun silam. (B CHRISTOPHER, ALAMY)

 

Temuan ini menunjukkan bahwa H. floresiensis dan/atau H. luzonensis kemungkinan adalah kerabat jauh manusia modern, berevolusi dari H. erectus atau garis keturunan manusia purba yang serupa. Kemungkinan lain yang lebih luar biasa adalah bahwa H. floresiensis dan H. luzonensis mungkin tidak berbeda secara genetik dari manusia modern seperti yang diperkirakan sebelumnya, jelas penulis utama studi ini, João Teixeira yang merupakan ahli genetika populasi di University of Adelaide di Australia.

Jika demikian, salah satu atau kedua garis keturunan H. floresiensis dan H. luzonensis mungkin merupakan contoh keturunan Denisovan selatan. Dalam hal ini, mereka akan kawin dengan nenek moyang manusia modern Asia Tenggara maritim, yang berpotensi menjelaskan tingkat tinggi DNA nenek moyang Denisovan yang ditemukan pada orang-orang modern di sana, sebagaimana dicatat Teixeira.

"Mungkin H. floresiensis dan H. luzonensis bukanlah kelompok super-kuno yang sangat berbeda seperti yang kita asumsikan saat ini," ujar Teixeira seperti dikutip dari Live Science.

Namun, tidak semua orang yang menjadi bagian dari studi ini setuju dengan kesimpulan itu. Rekan penulis studi Chris Stringer, ahli paleoantropologi di Natural History Museum di London, mencatat bahwa bukti arkeologi menunjukkan H. floresiensis dan H. luzonensis hidup di Asia Tenggara sejak setidaknya 700.000 hingga 1 juta tahun yang lalu, jauh sebelum garis keturunan Denisovan pertama kali berevolusi. Mengingat hal itu, dia berpendapat bahwa manusia hobbit dari Flores maupun Luzon mungkin terlalu kuno untuk dianggap sebagai keturunan Denisovan selatan.

Baca Juga: DNA Tertua di Dunia Ditemukan, Milik Mammoth Purbakala di Siberia

Gigi Homo luzonensis yang ditemukan. (Callao Cave Archaeology Project)

Texeira memberi tanggapan, fosil-fosil tertua yang diduga terkait dengan H. floresiensis dan H. luzonensis di wilayah tersebut mungkin sebenarnya bukan milik kedua spesies itu. Sebaliknya, fosil-fosil tersebut mungkin merupakan jejak dari kelompok sebelumnya. Jadi mungkin saja H. floresiensis atau H. luzonensis --atau keduanya-- datang belakangan ke pulau masing-masing dan masih mungkin merupakan keturunan Denisovan.

Namun demikian, bagaimanapun, dugaan hubungan antara manusia hobbit dan Denisovan ini masih belum pasti karena para ilmuwan belum berhasil menganalisis DNA dari fosil H. floresiensis atau H. luzonensis, ujar Teixeira memperingatkan.

“Sulit bagi DNA untuk terawetkan di daerah tropis,” katanya. "Saat ini, gagasan ini hanya spekulasi. Tapi H. floresiensis dan H. luzonensis jelas berada di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat untuk menjadi Denisovan selatan."

Untuk membantu mengisi cabang-cabang pohon keluarga manusia yang hilang di kepulauan Asia Tenggara, para peneliti tidak hanya terus mencari DNA pada fosil-fosil manusia dari wilayah ini, tetapi juga mencari fosil-fosil di daerah lain seperti Australia, kata Teixeira.

Secara keseluruhan, Teixeira memprediksi, "penemuan besar berikutnya dalam evolusi manusia akan terjadi di kepulauan Asia Tenggara."

Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon